﹏
Rasa khawatir mendorong laki-laki kelahiran April tersebut untuk nyaris mendobrak pintu rumahnya sendiri. Noah panik, tidak bisa ditutupi lagi bahwa jantungnya terus berdebar kencang. Kakinya melangkah seribu menuju kamar tidur, hatinya gelisah sembari terus rapalkan doa berharap bahwa kekasihnya masih baik-baik saja dari terakhir kali yang ia tahu.
Begitu pintu kamarnya terbuka, Noah meletakkan jas yang dipakainya sembarang arah. Ikatan dasi dikendurkan agar tak terasa sesak. Dengan sigap Noah merengkuh tubuh kesayangannya dalam pelukan.
“How are you Sagara? Mana yang sakit? Bilang sama saya. Are you awake?” Tak terima satu pertanyaan. Noah langsung aturkan pertanyaan bertubi-tubi pada Sagara. Berharap kesayangannya dapat merespon pertanyaannya dengan baik.
Sagara tersenyum kecil, meski matanya terpejam ia dapat rasakan betapa nyaman dekap yang diberikan Noah untuknya. Ia mengangguk, Noah tahu saat dagunya sedikit menyentuh bahu.
“I miss you.”
Entah mengapa perasaan lega baru dapat terasa. Seperti bebannya telah bebas, Noah hembuskan nafasnya panjang sembari eratkan pelukannya.
“Mana yang sakit, sayang?”
“All of my body hurts. Pegel banget rasanya, mas.. Tapi aku nggak apa-apa kok, suhu tubuhnya juga nggak yang tinggi banget.”
“Nggak apa-apa gimana? Badan kamu panas Sagara. Kamu demam.”
Meski tak ingin, Sagara melepaskan pelukannya demi menatap wajah khawatir kekasihnya itu. Lucu baginya, sisi yang seperti ini yang selalu ingin dilihat Sagara dari seorang Noah.
“Ini sih di cium doang langsung sembuh aku, hehe…”
“Sagara… saya serius.”
“Aku juga serius.” Sagara cemberut, belum dapat yang ia inginkan kedua telapak tangannya yang hangat kini menangkup wajah kekasihnya yang sempat merah karena panik.
“Sampe keringetan gini kamu mas, khawatir banget sama aku ya? Sumpah aku udah agak enakan karena tidur tadi aku gak bohong. Iya masih demam tapi aku yakin banget pas udah makan sama minum obat demam nanti besoknya langsung sehat lagi kok. Maaf ya bikin kamu khawatir.” Sagara tak bisa menahan untuk tidak menyeka keringat pada dahi Noah. Bukan kali pertamanya ia merasa seberuntung ini memiliki Noah di hidupnya.
“Tadi mau makan sop ayam ya? Saya masak dulu. Tunggu sambil istirahat dulu ya…”
Noah buru-buru beranjak dari tempat tidurnya. Ingin biarkan Sagara tidur kembali demi dapatkan kondisi yang pulih. Namun anak itu alih-alih menurut ia malah menahan Noah untuk tidak pergi tanpanya.
“Aku ikut ya, pengen tahu caranya masak sop ayam.”
Noah kembali berlutut setelah menghela nafasnya lagi. Laki-laki itu sejajarkan pandangannya pada sang kekasih yang sudah duduk di tepi ranjang.
“Kapan-kapan akan saya ajari. Nggak sekarang Sagara, kamu sedang sakit harus banyak istirahat.”
Sagara mendecak kesal. “Aku masih bisa berdiri mas.” Ia berdiri sesuai dengan apa yang dikatakannya. Meski sedikit pusing laki-laki itu masih bisa menyeimbangkan langkahnya untuk berdiri.
Noah tersenyum kecil, kiranya Sagara ia akan setuju namun gelengan kecil terlihat dan Noah kembali memintanya untuk kembali istirahat.
“Saya masaknya nggak lama kok.”
Mungkin untuk Noah masalah ini akan cepat selesai jika ia tetap bersikeras dengan keputusannya untuk tidak membiarkan Sagara ikut ke dapur bersamanya. Namun siapa sangka ia malah melihat wajah cantik tunangannya itu malah basah karena air mata. Membuat yang lebih tua itu kini kembali memeluknya.
“Kenapa sih? Padahal aku cuma mau temenin mas di dapur. Aku janji nggak ikut ngapa-ngapain kok.”
Isak tangis terdengar jelas meski Sagara tengah menenggelamkan wajahnya di bawah dada bidang kekasihnya itu.
“Okay okay, I’m sorry Sagara. You can come with me. Tapi janji duduk manis saja ya?”
Sagara mengangguk pada akhirnya. Ia berjalan mendahului Noah menuju dapur, tanpa disadari air matanya berhenti secepat itu digantikan dengan senyum inosensnya bak anak kecil. Noah diam-diam perhatikannya dari belakang, tidak tahu bahwa ia telah mendapati sisi lain dari kekasihnya itu saat ini.
Buru-buru Noah imbangi langkahnya sembari memeluk pinggang Sagara.
Sagara tidak pernah menyesali hari ini. Ia sendiri bingung bagian mana yang tidak ia syukuri dalam hidupnya ketika ia sudah dipertemukan dengan seorang Noah. Laki-laki yang terlihat sangat sigap dan siap selalu ada untuknya dalam hal apapun. Bahkan saat ia merasa sedang tak sehat, Noah ada disana untuknya.
“I know you have to go back to the office. Mending mas pergi sekarang aja deh nanti telat.”
Noah terkekeh kecil, ibu jarinya dengan lihai bersihkan satu butir nasi yang masih menempel di bibir Sagara. “Telat apanya, I’m the boss. Saya nggak mau balik kantor deh hari ini.”
“Loh? Emang urusannya di kantor udah kelar?”
Noah menggeleng, “masih ada meeting lagi dari client lain tapi saya bisa atur jadwalnya nant. Buat sekarang, kamu yang paling penting Saga.” Ia tidak dapat bohong soal pekerjaannya. Toh, selama ini ia juga berusaha untuk sejujur mungkin dengan calon istrinya itu. Maka fakta meninggalkan urusan penting dari pekerjaannya demi memilih untuk di rumah menemani Sagara bukan satu hal yang harus disembunyikan.
Sagara juga rasanya bodoh sekali kalau tidak merasa bersalah, tapi jauh dalam hatinya ia berdebar. Kapan terakhir kali ia merasa dirinya sangat dinomor satukan oleh seseorang? Atau mungkin ini adalah kali pertamanya?
Tiba-tiba hatinya melembut, haru terasa begitu nyata sampai laki-laki manis itu nyaris jatuhkan air mata. Justru buat Noah semakin heran dan sedikit panik. Takutnya apa yang dikatakan barusan telah menyinggung perasaan sang kekasih.
“Saga–”
“I’m so glad you chose me as the person you want to be with right now.” Potong Sagara menyela Noah sebelum ia punya kesempatan berbicara.
“Kak– I mean… mas.” Sagara tertawa sedikit di sela-sela isak tangisnya. Tangan hangatnya bergerak menggenggam milik Noah, menautkan setiap jari dan berharap dapat salurkan perasaan bahagianya yang tak terhingga.
“Makasih udah selalu ada buat aku ya.” Mungkin terdengar klise, namun Sagara ungkapkannya dengan sungguh-sungguh sebab Noah dapat melihatnya jelas melalui sorot mata tulusnya.
“I love you Sagara, promise me you’ll do the same. Jangan pergi dari hidup saya. I want you to be my forever. Will you be my forever?”
Seperti tak perlu menjawab lagi, Sagara malah tertawa kecil. Anggukan kepalanya nyaris tidak disadari sang lawan bicara namun rasanya juga mustahil ia akan menolak permintaan ini. Untuk seumur hidup, mungkin Noah adalah orang yang selalu ia dambakan.
[ ]
rain