Unusual Morning

rain
5 min readAug 3, 2022

--

Pukul 6 pagi, Sunghoon sudah dibuatnya melenguh kesal. Pagi itu ia duduk pada kursi panjang halte, menunggu bus jurusannya akan segera tiba sekitar beberapa menit lagi. Namun sayangnya, saat tiba ia harus menunggu satu kali lagi sebab bus sudah tidak dapat menampung lebih banyak penumpang.

“Sial!” batinnya mengumpat, tidak ada yang berjalan dengan baik hari ini. Sunghoon sampai heran.

Ia terus menunggu dan menunggu, sampai tanpa diminta seseorang dengan motornya berhenti tepat di depannya.

“Cantik, lo kok sendiri?” begitu pertanyaan diberikan ketika seseorang yang baru saja datang membuka tutup dari pelindung kepalanya. Menampilkan wajah yang tidak asing dengan senyum yang khas, Jay memperhatikan kesendiriannya duduk di halte bus.

“Lo ga lihat gue di halte, ya lagi nunggu bus lah..” jawabnya seperti biasa.

Jay terkekeh, siapa juga yang tidak tahu kalau dirinya sedang menunggu bus. Semua orang tau halte adalah tempat menunggu bus.

“I didn’t expect the train to come tho…” katanya lalu tertawa dengan candaan yang ia buat. “Maksud gue lo kenapa nggak naik, tadi kan bus yang jurusan ke sekolah udah berangkat.”

“Penuh.”

Jay menanggapinya dengan anggukan dan bibir berbentuk huruf ‘o’ kecil.

“Ya udah sama gue aja, nih..”

Belum dijawab, tapi laki-laki itu sudah mengulurkan helm untuknya. Sunghoon terkejut, sungguh.. kejadian apa lagi yang sedang menimpa dirinya pagi ini.

“Ngapain, nggak usah..” tolaknya.

Jay melirik jam tangan digital yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. “Lo yakin? Bentar lagi bel masuk..”

Mendengar pernyataannya, Sunghoon gelagapan sendiri menyalakan ponsel guna mengecek waktu. Jay benar, mereka hampir terlambat dan Sunghoon masih berpikir untuk pergi bersamanya atau tidak.

“Hoon..” panggilnya masih mengulurkan helm.

Mau tidak mau, terpaksa, demi agar tepat waktu, Sunghoon perlahan menerima helm pemberian Jay dan pergi bersamanya.

“Kok lo bawa helm dua sih?”

Jay tersenyum tanpa sepengetahuannya ketika mendengar pertanyaan Sunghoon. Sebenarnya ia selalu membawanya kemana-mana, barangkali ia bertemu Sunghoon di tengah jalan dan memiliki kesempatan untuk bisa memboncengnya. Percayalah, hal itu selalu terlintas di kepalanya sepanjang waktu dan baru sekarang ia punya kesempatan untuk itu.

“Hehe iya, buat lo..” katanya menjawab. Namun sayangnya suara Jay kalah telak dengan hembus angin saat motornya melaju. Sunghoon yang sama sekali tidak mendengar apapun namun masih penasaran dengan jawaban Jay, kini sedikit memajukan kepalanya ke depan dan berteriak;

“APA?”

Jay jujur saja kaget, tiba-tiba suara keras di sampingnya terdengar ia kira orang lain, tapi ternyata Sunghoon.

“Iya, ini helm emang buat lo.” Jay lagi-lagi menjawab hal yang sama.

“HAH? APA?? GA DENGER..” teriak Sunghoon lagi semakin dekat nyaris memeluk Jay yang ada di depannya.

Sementara si Taurus yang mendengar begitu jelas suara Sunghoon kini mulai tertawa dibuatnya. Sumpah, Sunghoon lucu sekali.

“HELM NYA EMANG BUAT LO SAYANG…” giliran Jay yang balas teriak. Senang sekali rasanya bisa teriak memanggilnya ‘sayang’.

Sunghoon. Ia mendadak mundur lagi dari posisinya, menyadari wajahnya mulai memanas kini ia menutup kaca helmnya sendiri dan memandang ke lain arah. Kelihatan sekali si manis sedang salting dan Jay sadar akan hal itu.

Perjalanan berlanjut dengan Sunghoon yang masih tidak dapat mengembalikan rona di wajahnya. Hening diantara mereka kembali datang, Sunghoon sudah kapok untuk mengajaknya berbicara diatas motor. Namun sayangnya Sunghoon yang sudah hafal di luar kepala rute jalan menuju sekolah, kini merasa asing dengan jalanan yang dilewatinya. Mau tidak mau ia membuka kembali penutup helm itu dan bertanya.

“Jay, kita mau kemana?? Jalan ke sekolah kan tinggal lurus aja..”

“Jalan kesana macet, gue lagi cari jalan alternatif.”

“Hah? Lo yang bener aja ini kita udah mau telat..”

“Santai aja kalii, sama gue mah ga bakal telat.”

“JAY!!” Sunghoon marah. Tapi bagaimanapun juga ia tetap mengikuti kemana perginya si Taurus pagi itu.

Sunghoon tidak percaya ia akan berakhir seperti ini pada akhirnya. Berdiri di tengah lapangan berdua dengan Jay. Ia baru pertama kalinya dihukum seperti ini karena terlambat.

“Sorry..” cengiran diberikan diikuti kata maaf, Sunghoon tahu Jay tidak serius. Ia enggan berbicara dengannya sejak ketahuan terlambat pagi itu.

“Sunghoon, gue ga — “

“Diem.” Sunghoon menatap kosong ke depan dengan peluh bercucuran dibalik surai panjangnya yang hampir menutupi mata.

“Tapi gue minta maaf soalnya tadi gue beneran ga tau kalo jalannya ditutup–”

“Lo bisa d-diem gak sih?” suaranya gemetar, Jay menyadari hal itu dengan cepat. Ia menatap Sunghoon kini dengan lebih serius.

“Sunghoon lo kenapa?”

Sunghoon menggeleng ketika ditanya. “Gapapa,” jawabnya.

Namun Jay tentu saja tidak bodoh untuk menyadari bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Dengan jarak sedekat ini ia dapat menyadari wajahnya yang pucat.

“Lo udah sarapan belum sih?”

Kali ini Sunghoon menggeleng lemas, pandangannya semakin samar ketika bertemu dengan netra Jay. Ia mengernyitkan keningnya sebab pusing yang tidak dapat ditahan. Sunghoon nyaris oleng ketika Jay tidak menahan kedua tangannya untuk tetap berdiri tegak.

“Kita ke UKS,” ajaknya. Sunghoon sempat menolak sebab rasanya ia pikir ia masih kuat untuk berdiri beberapa menit lagi.

“Sunghoon jangan bercanda, ayo ke UKS sekarang!” bersamaan dengan itu, Jay bergerak cepat menggendong tubuh Sunghoon dari depan dan segera berjalan mencapai UKS.

Semua yang terjadi hari ini bukan seperti pagi-pagi yang terjadi secara normal layaknya hari biasa. Sunghoon lebih lebih tidak menyangka bahwa dirinya akan berakhir diatas ranjang UKS dibantu dengan dengan Jieun, suster yang lumayan akrab dengannya. Jay masih disana tentu saja, berdiri panik khawatir Sunghoon kenapa-napa.

“He’s okay, Jay…” Jieun sedikit terkekeh ketika menyadari Jay masih berdiri mengamati Sunghoon yang bahkan jauh lebih baik.

“Makasih ya, kamu udah bawa Sunghoon kesini tepat waktu. Kalo ga ada kamu mungkin Sunghoon-nya udah pingsan duluan.” Jieun kemudian memberikan segelas air putih untuk Sunghoon.

“Makasih kak..” gumam Sunghoon berterimakasih, sementara Jay berdiri disana tidak tahu bahwa hal kecil yang ia lakukan dapat berpengaruh besar untuk Sunghoon.

“Jay, ajak Sunghoon nya makan ya… anaknya belum sarapan.” Jieun memberikan peringatan kepadanya. Kemudian seperginya wanita itu Jay kembali menatap Sunghoon yang kini sedang duduk di atas ranjangnya.

“Sorry, gara-gara gue lo jadi kayak gini..”

Kalimat maafnya sekali lagi membuat si Sagitarius berpikir, apakah akan sama jika sejak awal ia memilih untuk menunggu bus berikutnya daripada berangkat bersama Jay. Pada nyatanya tidak, ia yakin ia masih akan terlambat jika berangkat dengan bus.

“Gapapa kali, lagian gue juga bakal telat juga kalo harus nunggu bus. Anyway, thanks for bringing me here ya..”

Jay terkesima, kiranya Sunghoon akan marah-marah padanya. Tapi malah dirinya mendapat ucapan terima kasih darinya. Laki-laki itu jadi tidak tahan ingin bergumam, “duuh cantik banget..”

“Apa?”

“Hah? Eh, engga… ayo kantin gue jajanin deh. Lo harus makan, biar pipi mochi lo ini semakin gemas hehe..”

“JAY! Lo bilang apa barusan?!!”

It’s kinda unusual morning but fun for both of them.

[ ]

rain.

--

--

rain
rain

Written by rain

ֶָ֢ 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒘𝒆𝒍𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒕𝒐 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒊𝒑𝒑𝒆𝒅 𝒑𝒂𝒈𝒆𝒔 𝒐𝒇 𝒎𝒊𝒏𝒆.

No responses yet