﹏
Sunghoon kira selama ini Jungwon lebih menurut kepada Jongseong karena ia lebih sayang pada papanya itu daripada dirinya. Namun hari ini Sunghoon sadari sesuatu jika Jungwon pun juga sama sayang padanya.
Hari ini, anak laki-laki itu bahkan lebih sering peluk-peluk papinya, ingin merecoki Sunghoon dengan kue ulang tahun yang tengah disiapkannya. Jungwon tertawa bahagia ketika Sunghoon mulai merasa sedikit marah dan terganggu. Memang kelakuan anak remaja belasan tahun.. Sunghoon bisa apa selain maklumi perbuatan anak bungsunya itu.
“Dek! Stroberinya nanti habis kalo kamu makan terus.. itu buat kue!”
“Eh itu nggak ada sisanya lagi, jangan dihabisin!”
“Adek!”
Sementara itu, Jungwon terkekeh puas. Meski banyak mengganggu, pun dirinya juga banyak membantu. Sunghoon jadi tidak bisa marah berlebihan sampai memintanya meninggalkan dapur, sebab jujur saja ia masih butuh bantuan Jungwon untuk di perintahkan ini dan itu.
“Lama amat jadinya pi?”
“Ya kamu ngerecokin papi mulu!”
“Hehe..”
Berkali-kali Jungwon katakan dengan mata yang hampir terpejam kalau ia, ingin menunggu sang papa sampai pulang demi berikan surprise untuknya. Anak bungsu itu memang senang sekali dengan perayaan ulang tahun. Ia akan lakukan effort apapun demi buat yang tersayang merasa spesial di hari ulang tahunnya. Sementara itu Sunghoon tertawa-tawa kecil melihat anak laki-laki itu kini bersandar di bahunya sambil melawan kantuk.
“Papa lembur dek, pulangnya masih nanti malam lagi.”
“Jam berapa pi?”
“Nanti sayang, tengah malam.” Sunghoon mengusap surai lembut si bungsu pelan-pelan, berikan hangat dan perasaan nyaman hingga buat Jungwon nyaris kalah melawan rasa kantuknya.
“Adek ngantuk..”
“Tidur gih di kamar. Nanti kalo papa udah pulang papi bangunin kamu.”
Jungwon kesal tapi ia lelah. Mau tidak mau ia setuju dengan perintah papinya itu. “Tapi papi bener bangunin adek ya nanti?”
“Iya sayang…”
“Bener ya pih?”
“Bawel!”
“Ih.. papii..”
“Iya nanti papi bangunin.”
Dengan begitu Jungwon berjalan sedikit sempoyongan menuju kamarnya karena mengantuk.
Baru saja beberapa jam setelah si bungsu itu memutuskan untuk tidur, Sunghoon yang menunggu sedikit lebih lama itu mulai merasa kesal sendiri sebab yang ditunggu pun tak kunjung pulang juga. Jam dinding menunjukkan tepat 10 malam. Sementara itu tayangan televisi semakin tidak menyenangkan untuk ditonton. Sunghoon bahkan tak henti-hentinya periksa kue tart buatannya bersama si bungsu di dalam kulkas.
Sudah terlalu muak menunggu, hampir saja ia mendial nomor Jongseong malam itu, namun yang ditunggunya sudah terdengar membuka pintu rumah.
Malam itu Jongseong pandangi suami tercintanya berdiri melipat kedua tangan di depan dada. Seperti inginkan penjelasan sebab ia pulang terlalu larut.
“Emang semalem ini ya lemburnya?”
“Papi nungguin papa pulang?”
Jongseong bak anak anjing menatapnya berkaca-kaca sebelum ia bergegas memeluk suami tercintanya itu.
“Aduh! Ganti baju dulu pa hmmph—”
Sunghoon nyaris hilang keseimbangan jika Jongseong tidak memeluk punggungnya dengan erat. Sementara tangan yang lain diletakkan pada pinggang ramping suami kecilnya itu. Ia bawa yang lebih muda itu pada ciuman panjang. Berikan lumat manis diatas bibir sang sagi sambil sedikit memaksa untuk lebih. Sunghoon tahu Jongseong tidak bohong kalau katakan dirinya rindu. Ia hanya tidak tahu kalau Jongseong merindukan sebanyak ini.
“sayang..” lirih Sunghoon pada sela-sela kecup manisnya. Tidak tahu bagaimana cara hentikan Jongseong yang terus lapar akan peluk dan ciumnya.
“Kangen…” rengek Jongseong saat itu.
“Iya tapi mandi dulu kek.” Sunghoon memutar bola matanya sedikit kesal.
Jongseong mengalah, ia bebaskan suami cantiknya dari pelukan eratnya. Sambil mengerucutkan bibir bak bayi tiga tahun itu, Jongseong menatapnya sendu.
“Kamu udah nggak sayang ya sama aku?”
“Hah?”
“Jujur.”
“Ngomong apa sih?”
“Kok kamu nggak inget hari ini hari apa?”
Sunghoon sampai dibuatnya tidak tahan untuk tidak tertawa. Maka ia memeluk si taurus itu lagi. Sambil mengusap punggungnya dengan sayang ia mengucapkan harapan dan doa untuknya.
“Selamat ulang tahun ya, suami aku. Ini udah ulang tahun kamu yang kesekian kita rayain bareng-bareng. Semoga kamu selalu jadi suami yang baik buat aku, jadi papa yang baik buat adek Jungwon. Semoga kamu bahagia terus ya papa sayang.. Aku seneng deh bisa panggil kamu papa, bahkan sebelum kakak lahir dulu. Aku seneng bisa habisin waktu aku sama kamu di masa muda dan sekarang. Terimakasih sudah lahir di dunia dan jadi takdir aku ya, Jongseong. Makasih udah mau perjuangin hubungan kita sama-sama sampai sekarang. I love you suamiku tercinta!”
Jongseong dengarkan tiap kata dengan seksama, perhatikan setiap gerak dan suara. Semuanya adalah tentang dirinya dan Sunghoon saat ini. Tentang keluarga kecil yang mereka bangun. Tentang cintanya di masa muda yang masih terus bertumbuh dan berkembang bersama-sama dengan waktu. Tentang bagaimana Sunghoon yang masih terus mencintainya dan melihat dirinya sebagai seorang Jongseong, kekasihnya.
“Aku selalu bahagia kalau ada kamu.”
“Aku maunya kita bahagia bareng-bareng sama adek juga, sama adeknya adek.”
Jongseong berkerut, heran. Tidak mengerti maksud dari sesuatu yang diucapkan suaminya malam itu.
“Ha? Gimana?”
Sunghoon tersenyum-senyum, masih dalam semi memeluk sang suami ia malu-malu keluarkan sesuatu dari saku piyamanya.
“I got pregnant.” Berikan dua test pack dengan hasil positif, Sunghoon terkekeh kecil tak ingin bangunkan Jungwon yang masih terlelap.
“Sayang… kapan?” Jongseong terlalu terkejut untuk katakan sesuatu yang lain. Ia mengerjapkan matanya berulang kali takut kalau ini semua hanya halusinasinya karena ia lelah bekerja. Namun semuanya tampak nyata di hadapannya. Sunghoon dengan wajah cantiknya yang bahagia dan air mata yang nyaris menetes pada pelupuk matanya.
“2 weeks ago. Kamu ingat nggak waktu adek nginep di rumah si Riki? Waktu rumah sepi banget cuma kita berdua.”
Jongseong membuka mulutnya terkejut, tidak sangka jika malam itu dan kegiatan yang tidak pernah direncanakan membawanya pada kebahagiaan ini.
“Aku kira sekali coba nggak bakal berhasil.”
Sang sagi kemudian tertawa. Cantik sekali. Kemudian ia peluk kembali suami tercintanya itu.
“Thank you for the greatest gift, papi.”
Sunghoon mengangguk sebelum ia kembali pejamkan matanya dan larut dalam ciuman itu lagi. Keduanya berdiri sama tinggi, Jongseong memeluk cintanya sangat erat dan tenggelamkan keduanya dalam cinta yang tidak pernah usai. Telapak tangannya yang lain mengusap lembut pipi sampai tengkuk leher jenjang milik Sunghoon, menariknya terus dan semakin dalam dalam ciuman itu. Jongseong mencintainya, dan mungkin perasaan itu tidak akan pernah usai.
“PAPI KOK GAK BANGUNIN ADEK???”
Tidak tahunya Jungwon sudah berdiri diambang pintu dapati kedua orang tuanya berpelukan bahagia. Panik, Sunghoon takut kalau Jungwon sempat melihatnya bercumbu. Namun dari reaksi yang diberikan ia terlihat kesal karena baru saja keluar dari kamar dan mendapati sang papa baru saja pulang.
“Jungwon udah tahu belum?”
Sunghoon menggeleng jawab pertanyaan yang diberikan padanya itu.
“Tau apa?” si bungsu jadi penasaran. Nyawanya bahkan masih belum sepenuhnya terkumpul karena bangun tidur. Surai hitam miliknya masih berantakan, Jungwon mirip seperti anak kecil lagi. Papi jadi gemas sendiri.
“Dek!” Jongseong hampiri anak bungsunya itu dan dipeluk.
“Apa sih?!” Jungwon sampai kesal sendiri karena merasa kalau dirinya tidak tahu apa-apa saat ini. Tidak tahu apa alasan papa dan papinya tersenyum-senyum bahagia dengan memandangnya.
“Aneh banget?? Pada kerasukan apa ini adek cuma mimpi ya?”
Sunghoon dibuatnya tidak berhenti tertawa.
“Adek.. mulai sekarang panggilan kamu jadi Kakak Jungwon ya..” ujar Sunghoon ikut mengusap surai lembut si bungsu itu dengan lembut kebelakang.
“Hah? Gimana maksudnya?”
“Kamu katanya mau adek?”
“Iya.”
Jungwon bingung. Masih bingung setidaknya setelah satu menit ia menatap kedua orang tuanya dengan hening. Lalu mendelik tidak percaya.
“IYA!! ADEK PUNYA ADEK???”
Karena jika Sunghoon memberikan test pack miliknya, Ia takut Jungwon tidak akan paham. Maka iya mengangguk dan mengusap perutnya yang masih terlihat rata itu.
“Selamat ya kakak!!”
[ ]
rain