﹏
Aroma tanah yang basah karena hujan tercium begitu seseorang membuka pintu kaca dari kafe yang ia datangi sejak beberapa jam yang lalu. Pada tempatnya duduk, sang Sagitarius melirik jam tangan hitam yang melingkar pada tangan kirinya. Sudah 30 menit sejak ia kirimkan bubble pesan terakhir pada kekasihnya yang tengah disibukkan hal lain. Sedikit sedikit ia menghela nafasnya lelah. Pun ia juga rindu saat-saat dimana kekasihnya itu masih selalu terlihat sangat peduli dengannya. Ingat segala sesuatu yang ia sampaikan seperti datang tepat waktu dan tak ingin buat dirinya menunggu. Namun entah mengapa akhir-akhir ini pun rasanya tak sama, Sunghoon seperti dengan sekejap kehilangan semua perhatian yang sempat gemerlapan warnai hari-harinya. Singkatnya Jongseong tak lagi sama.
“Lo yakin Jongseong bakal dateng?”
Sunghoon berikan angguk entah mengapa. Yakin sekali kekasihnya itu akan datang sementara pesan yang ia kirimkan belum dapat tanda-tanda dibaca. Jaeyun sudah dengan tatapan sebalnya dan tubuh yang dirangkul kecil oleh Heeseung kini tampak mulai gusar. Ia tidak suka melihat sahabatnya di sia-siakan seperti ini.
“Kejadian kaya gini nggak sekali dua kali, hoon..” sambungnya. Jaeyun tampak lelah. Ia hafal sudah berapa kali Jongseong itu lupa dengan janji yang diberikan pada sahabatnya.
“I think he's not coming. Lo udah coba chat lagi?” giliran Heeseung yang masih dengan kepala dingin bertanya.
Sunghoon nyalakan ponselnya sebentar sambil berikan anggukan. Sendu di wajahnya pun saat ini tak dapat ia sembunyikan. Fakta bahwa Jongseong belum sama sekali berikan kabar padanya buat hatinya jauh lebih khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Jongseong dan hubungannya yang sudah diujung tanduk ini.
“For fuck sake Sunghoon! Try to call him!” Jaeyun terdengar hanyut dalam emosinya, namun suaranya masih terhitung lembut, tak mau lukai perasaan sahabatnya itu. “Kalo nggak diangkat mending lo pulang bareng sama kita aja deh.”
Sumpah, Jaeyun has had enough. Tawari tumpangan untuk sahabatnya dengan mobil sang pacar bukan hal yang buruk untuk saat ini. Sementara hujan diluar semakin deras dan deras tak berikan sedikitpun tanda bahwa ia akan berhenti, kilat yang menyambar sesekali buat Sunghoon bergidik ngeri kalau putuskan untuk pulang sendiri dengan kendaraan umum yang ia sebut dengan bus itu.
“Iya, lagian kost lo searah sama apartemen Jaeyun juga ‘kan?”
“Iya kak, kamu tahu kan yang dekat bakery shop itu.” Jaeyun berubah manis saat tanggapi kalimat Heeseung soal dirinya yang pastikan lokasi kost Sunghoon. Sementara Heeseung tersenyum miring dan mengangguk Sunghoon pandangi keduanya dengan rindu.
Benar, ia rindu. Rindu akan tanggapan-tanggapan kecil yang diberikan Jongseong padanya, bagaimana seulas senyum tipis dapat hantui kepala dan timbulkan efek kupu-kupu yang nyaris tak pernah usai pada dirinya, Sunghoon rindu semua perasaan bagaimana dirinya dibuat untuk selalu jatuh dan cinta setiap harinya. Ia rindu sosoknya.
“Nggak usah, gue gak mau gangguin kalian. Duluan aja, bentar lagi juga Jongseong bakal dateng kok.”
Jaeyun menarik dan hembuskan nafasnya lagi lagi. Lelah dengan jawaban Sunghoon yang sama seperti beberapa menit yang lalu namun yang ditunggu tak kunjung tiba.
“No, I'm not leaving you alone. Terakhir kali gue biarin lo nungguin Jongseong jemput, lo duduk di halte sampe jam 11 malem. Jam 11 malem Park Sunghoon.. mana ada bus lewat lagi jam segitu? Untung aja lo masih bisa mikir buat pulang pake taksi.” Panjang lebar Jaeyun berdalih marahi sikap Sunghoon yang sudah terlalu sabar dengan pacarnya itu. Sebenarnya juga sudah muak, ia ingin Sunghoon dapatkan yang lebih baik.
“Lo udah lima tahun pacaran, this thing is unacceptable. Emang lo nggak pernah curiga akhir-akhir ini sama Jongseong?”
Sunghoon terlalu percaya. Ia selalu percaya apapun tentang Jongseong. Tentang alasan-alasan yang kadang tidak masuk akal sampai sesuatu yang tidak dapat ia pahami dengan logika. Yang ia tahu dengan pasti, Jongseong semakin terasa lebih jauh untuk digapai belakangan ini. Ia tidak mengerti, apakah mungkin lima tahun yang ia luangkan untuk hubungannya ini akan berakhir sia-sia?
Sang sagi tersadar dari lamunan ngawurnya saat ia rasakan ponsel di tangan kanannya bergetar tandakan panggilan masuk. Emoticon hati berwarna hitam jelas terpampang sebagai pemanggil. Dering bergetar belum sampai dua kali ia sudah dengan cepat menekan tombol hijau keatas. Sunghoon mengangkat panggilan itu secepat kilat.
Sunghoon refleks tegakkan bahunya yang lemas sejak tadi, kantuk yang sempat singgah padanya kini perlahan mulai pergi usai dengar suara kekasihnya itu.
Laki-laki taurus itu melangkahkan kakinya hati-hati, berlari kecil gunakan payung demi jemput sang kekasih yang menunggu di samping pintu kaca cafe tempat pengunjung masih datang dan pergi.
“Maaf ya kalau aku terlalu lama.” Diusapnya pucuk kepala Sunghoon dengan sayang. Senyum lelah tergambarkan dengan sangat jelas melalui wajahnya, sorot mata elang yang selalu nampak tegas itu, kini terlihat lelah di matanya. Dalam sekejap Sunghoon tahu Jongseong sedang tidak baik-baik saja.
“Kamu belum baca chat aku?”
Jongseong buru-buru pindahkan payung ke tangan kirinya dan sibukkan tangan kanannya dengan ponsel. Buru-buru ia periksa kembali notifikasi yang menumpuk sebab ponselnya yang masih dalam keadaan Do Not Disturb. Betapa ia terkejut pesan-pesan yang dikirimkan kekasihnya itu bahkan sudah semenjak satu jam yang lalu yang artinya ia menunggu cukup lama untuk kedatangannya.
“Sunghoon aku minta maaf.. aku nggak tahu kalau kamu—”
“It's okay. Jaeyun sama Heeseung udah balik kok barusan. Ayo pulang, udah malem.” Sunghoon ulaskan senyum sekenanya. Tak ingin bahas dan dengar permintaan maaf yang sudah terlalu sering ia tanggapi, Sunghoon melengos pergi.
Jongseong lajukan jaguar hitam miliknya dengan hati-hati, jalanan licin setelah hujan. Ia tak ingin buat masalah dengan melajukan mobilnya diatas kecepatan rata-rata meski jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Dan kantuk seperti telah sambangi Sunghoon malam itu.
Jendela kaca mobil yang basah buat perjalanan terasa semakin sendu. Tak sepatah kata pun terdengar di antara keduanya. Mobil itu hening, suara pendingin ruangan ribut penuhi diam diantaranya. Sunghoon tidak mengerti sejak kapan hubungannya dengan Jongseong menjadi semenyedihkan ini.
“Kita udah lima tahun ya ternyata..”
Suara kekeh kecil terdengar samar memecah hening. Sunghoon utarakan apa yang ada di kepalanya setelah obrolannya dengan Jaeyun hari ini.
Sudah lima tahun mereka bersama-sama sebagai sepasang kekasih. Baik dan buruk sudah terlewati bahkan sampai hari ini. Jongseong alihkan perhatiannya saat mobil berhenti. Netra menatap si cantik dengan penuh tanda tanya, ia tersenyum sedikit.
“Iya. Nggak nyangka udah lama ya kita pacaran.”
“Kamu bosan nggak sama aku?”
Jongseong lajukan mobilnya kembali sambil masih tersenyum tanggapi tanya sang kekasih.
“Emang kamu bosan?”
Sunghoon alihkan pandangannya dari jendela mobil menatap sang kekasih tanpa mimik. Heran, mengapa pertanyaannya kembali terulang. Mengapa ia harus menjawab rasa penasarannya sendiri. Mengapa ia harus merasa hubungan ini berjalan secara sepihak. Mengapa ia harus—
“Kalau menurut kamu sendiri apa aku kelihatan bosan?”
Tak mungkin pandangi Sunghoon terus, Jongseong harus bagi atensinya pada jalanan juga. Sesekali ia perhatikan raut wajah tak terbaca Sunghoon.
“I don't know.. I hope you're not.”
Sunghoon tersenyum kecut, “lucu ya..”
“Kenapa?”
“Pertanyaan aku belum kejawab.”
“Aku nggak bosan, sayang..” Jongseong gapai punggung tangan di atas paha Sunghoon. Belai kekasihnya lembut penuh sayang berikan kecup.
“I always love you every day.” tambahnya yakinkan sang kekasih.
Senyum itu, Sunghoon bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Jongseong ucapkan kalimat manis untuknya. Jantungnya tetap berdebar mengingat bahwa masih ada perasaan yang tertinggal dihatinya. Cinta. Sunghoon terus selalu mencintai Jongseong atas segala kekurangan dalam dirinya. Bahkan saat dirinya harus dihadapkan dengan hubungan yang mulai tidak punya tujuan ini.
“I love you too.” ujarnya sebab ia merasa harus ungkapkan perasaannya untuk saat ini.
“Jongseong.”
“Hm?”
“Kamu sadar nggak? You keep forgetting every little thing about us. You always.. like trying to avoiding me(?) Nggak tahu, kamu kaya nggak pernah lagi ada waktu buat aku and I can’t do anything about that.”
Kedua mata Sunghoon tak kuasa membendung air matanya lagi. Menetes secara perlahan, ia tundukkan kepalanya sembunyikan rasa kecewa itu di hadapan sang kekasih.
Khawatir. Jongseong tepikan jaguar hitam miliknya hati-hati di pinggir jalan. Tak mau lagi bagi atensinya dengan jalanan dan Sunghoon di saat seperti ini. Tangannya bergerak mengusap lembut surai kecoklatan milik Sunghoon, hati-hati pakai hati. Perlahan-lahan dengan sayang. Tak mau lukai si manis meski tanpa disadari kekasihnya itu telah terluka karenanya.
“Sayang.. aku minta maaf. Maafin aku.. aku bener-bener minta maaf. Bukan maksud aku buat menghindar dari kamu. Bukan maksud aku juga untuk lupain hal-hal kecil tentang kita. Please, give me a chance so i can change myself, I won't forget about us again. I won't forget about you. I just need you to trust me.”
Jongseong memohon. Pusatkan seluruh atensi pada sang kekasih. Tatap penuh harap ingin Sunghoon beri belas kasih. Pun sendirinya sadar, ia telah bagi perhatiannya dengan hal-hal lain buat seakan-akan Sunghoon bukan lagi prioritasnya. Namun dibalik semua itu ia punya alasan sendiri.
“I do trust you.. tapi kalo kamu nggak pernah mau cerita.. tell me how should i trust you in that way, seong?”
Sunghoon pandangi dirinya lelah. Biarkan hening penuhi keduanya, tenggelamkan masing masih jiwa dalam emosi yang kian tertahan. Tak ada satupun yang mulai bersuara sebelum Sunghoon menarik dan menghembuskan nafasnya lagi untuk kesekian kali.
“Ada apa sama kamu seong? Kamu udah nggak sayang lagi ya sama aku?”
Terkejut karena jelas pertanyaan itu bertentangan dengan hatinya. Jongseong itu tidak. Sedikitpun. Hilangkan perasaan cinta untuk dirinya. Sedikitpun. Tidak pernah ada yang berkurang dalam hatinya. Cintanya tetap sama bahkan setelah semua badai yang ia lalui seorang diri.
“If it's so, then let's break up.” Sunghoon hembuskan nafasnya sekali lagi. Ia berharap ia tidak pernah ucapkan kalimat ini, namun hatinya sudah terlalu lelah untuk bertahan lebih lama lagi.
Si Taurus gelengkan kepalanya, sedikit panik sebab tak ingin Sunghoon salah paham.
“Aku sayang kamu, Sunghoon.. I don't wanna break up with you.”
Entah sejak kapan, genggaman tangan itu terasa lebih erat. Seakan tak ingin salah satu pihak pergi tinggalkan keduanya. Lima tahun sudah, sudah lima tahun lamanya mereka bertahan. Atau mungkin saja semua ini adalah ujungnya? Sunghoon tidak tahu, ia hanya lelah.
“Tolong.. jangan tinggalin aku.”
Rasanya belum pernah, sepanjang lima tahun mereka bersama —Sunghoon disuguhkan dengan pemandangan se putus asa ini atas kekasihnya. Isak tangis yang terdengar serius dan penuh harap buatnya rasakn emosi yang sama. Suaranya bergetar, Jongseong peluk dirinya erat. Penuh tekad seakan tak ingin lepaskan apa yang tengah digenggamnya saat ini.
“Jangan.. jangan tinggalin aku.”
Sunghoon kembali rasakan gelengan kepala itu pada pelukannya. Pun juga ia rasakan betapa Jongseong tak ingin buat dirinya pergi begitu saja.
“I’m not going anywhere, seong… you can tell me everything kapanpun kamu mau dan siap untuk cerita.” Sunghoon balas pelukannya sama erat. Usap dengan sayang surai kekasihnya itu, lembut, hangat, dan tenang. Pastikan sang taurus bahwa dirinya siap untuk tampung seluruh cerita untuknya.
“Aku minta maaf, sayang. Aku capek akhir-akhir ini. Berat banget rasanya… semua hal yang aku harapin nggak pernah berjalan sesuai yang aku mau.” Pelan-pelan Jongseong luapkan seluruh emosi yang selama ini tertahan.
“Bulan depan, mama papa decided to divorce. Aku nggak tahu harus gimana setelah ini. Hancur banget rasanya dengar mama papa berantem tiap hari. They never loved me as their son. I'm so scared, I got nothing left with me, hoon…” Jongseong usap air matanya dengan punggung tangan. Untuk pertama kalinya tangisnya pecah membunuh sepi dan jantungnya seakan berdetak berirama satu sama lain.
“Aku nggak mau buat kamu khawatir saat aku harus ceritain ini semua ke kamu. Aku minta maaf. Aku minta maaf kalau aku nggak ceritain semuanya dari awal. Aku minta maaf kalau aku sering nggak ada waktu buat kamu. Aku minta maaf kalau aku sering lupa hal-hal kecil tentang kita. Aku minta maaf kalau—”
Sunghoon putuskan untuk jatuhkan sepersekian detik kecupan untuk kekasihnya. Ia menangkup wajah Jongseong dengan kedua telapak tangannya, mendekatkan dirinya sampai eliminasi jarak diantaranya. Sunghoon hanyut dalam emosi. Degup jantungnya tidak pernah berhenti berdebar, bahkan saat Jongseong mulai perlahan-lahan memeluk pinggangnya, membawanya lebih dekat dengan bibir yang masih berpagut mesra.
“I lost my family already, now I don't wanna lose you. I have nothing left but you. Jangan tinggalin aku, Sunghoon. Jangan putus, aku sayang kamu. Semua cinta aku buat kamu aja sekarang. Jangan pergi… nggak mau kamu pergi.”
Sunghoon ulas senyum tipisnya perhatikan bagaimana kekasihnya itu bersikap seperti anak kecil di hadapannya. Tunjukkan bahwa dirinya sudah terlalu nyaman untuk melakukan apapun bersamanya.
Semua, dan Jongseong sebutkan semua cinta yang tersisa hanya untuknya. Meski ia tidak punya apapun yang tersisa untuk dirinya sendiri.
“Jongseong… I'll share my love with you too. Don't say you have nothing left. You have me.”
[ ]
rain.
[ ]