`
Pengalaman pertamanya sebagai orang tua. Gio panik setengah mati dihadapkan dengan keadaan saat ini. Pasalnya sudah banyak Naka dilihatnya kehilangan darah, kini ia tengah berlari mendorong ranjang rumah sakit dengan Naka yang terbujur lemas sembari menggenggam tangannya. Pegangan tangan itu terasa hangat meski tangan Naka dingin karena berkeringat. Jantung Gio seakan tidak mau berdetak dengan normal, berulang kali ia menelan ludah sebab takut. Wajahnya pucat tidak jauh beda dengan Naka saat itu.
“Gio…” lirih suara Naka memanggil. Gio menatapnya dengan sayang, ada perasaan tidak tega dari sorot matanya yang hangat.
“Naka takut… Naka-” tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi. Naka meneteskan air mata, sakit sekali rasanya. Seluruh tubuhnya benar-benar rasakan sakit yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Naka, lihat.. Gio nggak akan pergi kemana-mana. Gio disini temenin Naka ya? Gio nggak jauh-jauh dari Naka.” ucap Gio berusaha sebisa mungkin membuat Naka tenang meski dirinya tidak.
Sampai akhirnya ia harus berpisah di depan ruang bersalin. Naka dan Gio seakan enggan melepaskan genggaman tangan mereka, namun apapun yang terjadi keduanya hanya bisa berserah pada takdir.
~
Satu, dua, tiga, dan empat jam berlalu. Sepanjang penantian, Gio terus menunduk dan merapalkan doa sebanyak mungkin untuk Naka di dalam sana. Entah apapun yang terjadi, ia hanya ingin Naka dan bayi perempuannya selamat dan berhasil melewati semuanya. Bunda, ayah, mama dan papa yang juga berada disana hanya menatap Gio dengan hati yang penuh iba. Naka sengaja tak memberitahukan tentang keadaannya hanya pada Gio. Alasannya adalah ia tidak ingin membuat Gio kecewa dan lebih memilih Naka daripada anak perempuan yang sudah ia nanti-nantikan. Naka percaya Gio dapat menjadi ayah yang baik untuk Ruby kecilnya.
“Maaf, kami hanya bisa menyelamatkan salah satu dari keduanya.”
Satu kalimat yang diucapkan penuh rasa kecewa itu, Gio tidak mengerti. Apa yang dimaksud dengan dokter yang baru saja keluar bersama kedua orang timnya yang lain. Salah satu diantara mereka memberikan bayi kecil kepada Gio. Masih dengan tanda tanya besar soal Naka, ia menerima gendongan bayi perempuannya.
Gio menatapnya dengan seksama, kedua mata yang terpejam itu mirip sekali dengan Naka ketika ia sedang tertidur. Gio sempat meneteskan air matanya sambil berbisik, “welcome home Ruby…”
“Naka harus lihat ruby kan? Gio mau masuk temuin Naka. Naka di dalam kan dok?”
Gio tetap tidak mengerti dengan tatapan sendu dan rasa bersalah itu, yang ia tahu ia hanya ingin menunjukkan Ruby kecilnya pada Aksaranaka. Laki-laki yang telah berjanji akan menjadi orangtua yang baik untuk bayi yang sekarang ada di dekapannya.
“Naka…” Gio perlahan menghampiri Naka sembari ia genggam tangan putih pucat itu. Naka sudah tidak berkeringat lagi seperti saat ia membawanya kemari. Naka terlihat jauh lebih cantik meski dengan wajah pucat pasinya. Kedua matanya terpejam namun senyumnya masih dapat mengembang dengan manis.
“Here’s our Ruby, Naka…” Gio berikan bayi kecil itu padanya. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki Naka menerima buah hatinya sembari memberikan kecup di atas kepalanya.
“Ruby…” katanya pelan sekali. “Gio, gio harus bisa jagain ruby ya nanti..”
“Kita berdua sama-sama jagain ruby sayang…”
Gio tidak suka saat Naka menggeleng begitu ia menyelesaikan kalimatnya.
“Gio, maaf.. Naka nggak bisa nepatin janji buat Ruby. Naka nggak bisa jadi orangtua yang baik buat Ruby.”
“Naka… naka ngomong apa? Kita berdua udah janji buat jagain Ruby bareng-bareng kan?”
Naka berikan senyum disertai air matanya yang menetes tidak ingin berhenti.
“Naka nggak kuat Gio…” ucapnya memelan. “Naka memang nggak bisa jadi bagian dari bahagia Ruby dan Gio. Tapi Naka harap Gio dan Ruby bisa bahagia tanpa Naka.”
“Naka… Naka nggak akan tinggalin Gio kan? Naka…” Gio sudah tidak dapat membendung lagi air mata yang pada akhirnya turun deras membasahi kedua pipinya. Berulang kali ia memeluk, mengusap, dan mengecup kening Naka.
“Naka jangan tinggalin Gio…”
Ia tahu apa yang akan terjadi padanya, namun seakan hatinya menolak untuk menerima kenyataan. Gio merasa hancur berkeping-keping, pelukannya pada Naka semakin erat menandakan bahwa ia tidak ingin Naka pergi kemana-mana, namun monitor elektrokardiogram yang tak jauh dari tempatnya kini berbunyi nyaring panjang diikuti dengan suara tangis Ruby kecilnya.
Aksaranaka benar-benar pergi menghilang begitu saja dari hidupnya, meninggalkan segalanya sendu. Ruby bahkan belum sempat membuka matanya untuk melihat dunia. Jangankan dunia, menatap kedua bola mata yang mirip dengannya saja ia tidak sempat. Kini ia tidak tahu harus bahagia dengan cara apa ketika sumber dari segala bahagianya sudah tidak lagi ada.
[ ]
rain.