let’s not meet each other again

rain
5 min readDec 12, 2024

--

Park Eunchae duduk manis di kursi penumpang dalam mobil sedan milik Sunghoon sore itu. Masih lengkap dengan seragam sekolahnya, gadis itu terdiam tanpa sepatah kata. Seakan tidak pernah terjadi perdebatan antara ia dengan papi cantiknya perkara hal sepele. Gadis yang biasa dipanggil cece itu cemberut sedikit menyesal atas perlakuannya.

“Lain kali jangan gitu lagi ya Ce… Soalnya ini masalahnya Jay nya jadi salah paham.”

“Iya papi…” sesalnya, suaranya mengecil bersamaan dengan nyalinya setelah kena marah habis-habisan dengan Sunghoon.

“Papi tahu kamu niatnya ngebela papi, tapi kan Jay nggak ada salah sama kita, ce…”

“Maaf papi.. Cece soalnya kebawa emosi waktu tahu dari nenek lampir itu — ”

“Ngomongnya yang sopan.”

Eunchae menarik nafasnya sekali lagi sebelum melanjutkan kalimatnya, “waktu tahu dari mamanya Pak Jong kalau Pak Jong-nya sendiri setuju dijodohin sama anak temennya. Lagipula sebelum sama papi, Pak Jong nggak pernah bilang apa-apa soal perjodohan yang direncanain mamanya.” Menurut Eunchae Jongseong salah atas perlakuannya. Ketidakjujuran sejak awal buatnya sedikit kesal sehingga gadis itu terpaksa berbohong kalau Sunghoon punya kekasih baru.

Sunghoon ikut menarik nafasnya panjang mengingat bahwa hari ini ia akan dapatkan penjelasan dari yang bersangkutan secara langsung. Sebelum perasaannya terlalu jauh dan terlalu dalam, Sunghoon harus bisa memutuskan.

“Kamu tunggu disini ya, papi nggak lama.”

Eunchae mengangguk, ia benarkan posisi duduknya menjadi lebih nyaman. “Papi..” tangan mungil itu menggenggam punggung tangan Sunghoon sebelum laki-laki itu pergi.

“Kenapa ce?”

“Cece minta maaf kalo cece terlalu ikut campur urusan papi sama Pak Jong. Cece tahu seharusnya cece nggak terlibat — ”

“Ce.. kamu nggak salah. Nggak ada salahnya juga kalau kamu mau ikut campur urusan papi. Kita ini keluarga. Kamu anaknya papi, udah papi anggep kaya anak kandung sendiri. Jangan pernah ngerasa bersalah soal ini ya..” Sunghoon balas menggenggam tangan gadis kesayangannya itu. Untuk saat ini ia berpikir bahwa memang tidak ada yang berarti kecuali Eunchae yang sudah seperti seluruh dunianya.

Meski sekilas, Eunchae ingat betul seluruh ucapan teman-temannya kala itu. Tidak pernah ia bayangkan betapa Sunghoon sangat menganggapnya berharga.

Entah sudah berapa lama Sunghoon tidak lagi menginjakkan kakinya ke dalam restoran ini. Restoran sederhana yang tidak jauh dari stasiun tempatnya bertemu pertama kali bersama Jongseong. Banyak sekali kenangan di dalamnya. Sunghoon berdebar.

“Maaf agak terlambat sedikit.” Sunghoon duduk setelah menghampiri Jongseong yang sudah ada disana lebih dulu. Disambut dengan senyum manis kini Jongseong mempersilakannya duduk. Sayangnya bahagia saat bertemu itu hanya terjadi sepihak.

Jongseong datang membawa rindu sementara Sunghoon datang membawa luka. Tidak ada yang dibutuhkan laki-laki sagitarius itu kecuali sebuah kejelasan atas apa yang dikatakan orang tuanya.

“Akhirnya aku ketemu sama kamu. You have no idea how much I miss you,” begitu ucap Jongseong sampaikan rindunya. “Akhir-akhir ini kamu sibuk apa? Kita jarang banget ketemu.”

“Seong…” Jongseong sedikit terkejut sebab saat nama itu diucapkan. Sunghoon jarang memanggilnya dengan nama asli, nama yang digunakan murid-muridnya ketika di sekolah. Maka ia terdiam, untuk beberapa saat sang taurus itu menyadari bahwa pertemuan mereka kali ini cukup serius.

“Kenapa?”

Jongseong tidak melihat Sunghoon ada disana, tatapan mata yang tidak lagi bercahaya di sorotkan padanya. Laki-laki itu tahu ada perasaan kecewa tersampaikan melalui hadirnya.

“Aku minta maaf,” ucap Sunghoon berusaha keras menahan deru air matanya, “yang dibilang sama Eunchae nggak bener.”

“Kalau nggak bener kenapa kamu ngejauh gini sama aku? Kenapa kamu menghindar? Did I make a mistake? Please tell me Sunghoon — ”

“Because this relationship doesn’t work, Jongseong.”

“What do you mean this doesn’t work? I said I love you and you said that you love me. Bagian mana yang salah di sini, Sunghoon?”

Jongseong tidak mengerti, kejadian ini begitu tiba-tiba untuk hubungan yang sebelumnya baik-baik saja dengan Sunghoon. Ia tidak mengerti apa yang terjadi padanya hari itu.

“You deserve someone else better than me.”

“Sunghoon aku nggak ngerti.”

“Aku punya Eunchae, seong… dia anak aku. Apa kata orang nanti kalau kamu nikah sama orang yang udah punya anak–”

“Ini ada apa sih? Sejak kapan kamu peduli sama omongan orang lain? Sunghoon, I know this isn’t you I’m talking to.”

Seperti bukan dirinya memang, Sunghoon bukan dirinya saat menemui Jongseong hari itu. Jauh dalam hatinya Sunghoon teramat mencintai Jongseong. Bukan ini yang ingin ia sampaikan, namun Sunghoon lebih memilih untuk sembunyikan perasaan rindunya yang sudah menghujaninya bertubi-tubi. Sunghoon lebih memilih untuk sembunyikan perasaan bahagianya saat dapat melihat Jongseong –yang mungkin untuk terakhir kalinya.

“Kamu harus balik sama orang pilihan mama, aku nggak bisa jadi penghalang terus-terusan.”

“Siapa yang bilang kamu penghalang, Sunghoon. You’re not. Aku nggak ngerti kenapa tiba-tiba kaya gini. Orang pilihan mama?” Jongseong berhenti sejenak sebelum ia menyadari sesuatu.

“Mama ngomong apa sama kamu?”

“Mama bilang kamu setuju sama perjodohannya. We shouldn’t meet again, seong…”

“Aku nggak pernah setuju sama perjodohan itu.”

Sunghoon tidak tahu harus percaya pada siapa lagi kali ini. Kalaupun Jongseong benar ia tidak pernah menyetujui perjodohan itu, ia juga tidak dapat merubah pikirannya untuk tidak menjauhinya sesuai dengan keinginan mama. Rumit memang, tapi ia tahu mungkin hubungan ini sudah mencapai ujungnya. Semua mimpi yang sempat ia bayangkan dengan penuh suka, tentang keluarga baru, tentang orang tua baru untuk Eunchae dan harapan-harapan baiknya –kini telah perlahan terlihat samar di dalam kepalanya. Sirna.

“Nggak ngerubah keputusan aku buat hubungan ini. Kita udahan ya.. Let’s not meet each other again after this, seong.” Dengan sangat berat hati, semua runtut kalimat menyakitkan itu pada akhirnya disampaikan olehnya.

Sunghoon tinggalkan tempat itu sebelum sempat menyantap makan siangnya, ia berjalan kembali ke are parkir dengan derai air mata yang sudah tidak dapat dibendung. Sedikit tidak percaya bahwa ia telah meninggalkan semua harapannya begitu saja dibelakang.

“P-papi?”

Eunchae tahu seseorang dapat menangis, namun ia rasa ini adalah kali pertamanya gadis itu melihat Sunghoon menangis tersedu-sedu di depannya. Mata mereka bertemu, seakan perasaannya saling terhubung satu sama lain. Melihat papinya sedih Eunchae tiba-tiba berhambur memeluknya dan ikut menangis.

“Maafin papi ya ce..”

“Maafin cece juga ya papi… Cece nggak punya siapa-siapa selain papi, jangan tinggalin cece sendiri”

Sunghoon menggeleng, tidak sanggup rasanya kalau harus mengatakan sepatah kata lagi saat ini. Ia memeluk gadis itu lebih erat, batinkan sesuatu bahwa ia tidak ingin kehilangannya.

[ ]

rain

--

--

rain
rain

Written by rain

ֶָ֢ 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒘𝒆𝒍𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒕𝒐 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒊𝒑𝒑𝒆𝒅 𝒑𝒂𝒈𝒆𝒔 𝒐𝒇 𝒎𝒊𝒏𝒆.

No responses yet