Bubble pesan terakhir yang dikirim sudah tidak memiliki balasan lagi setelahnya. Mungkin bunda juga sudah menyerah memintanya untuk menemui Gio di luar. Naka sungguhan dengan kalimatnya saat itu, sekali ia bilang tidak ingin menemui Gio, maka akan terus begitu keputusannya. Gio yang baru saja mendengar kabar itu dari bunda kini tertunduk sedih, namun ia sudah tahu akan jadi seperti ini pada akhirnya. Gio tahu, pasti tidak mudah bagi Naka untuk menemui orang yang pernah mengecewakannya. Maka saat itu ia sudah putuskan untuk memberitahukan semuanya hari ini.
Naka tersadar dari lamunan dan segala emosinya sekejap ketika ia mendengar pintu kamarnya di ketuk tiga kali.
“Naka nggak mau ketemu sama Gio bundaa! Suruh gio nya pulang a-”
“Naka..”
Gio sedang berada di depan kamarnya seperti yang sudah-sudah. Ia berdiri menunggu kapan Naka akan membuka pintu itu dan memaafkannya. Namun setelah beberapa lama, pintu tersebut tak kunjung terbuka. Gio nyaris merasa bahwa penantiannya sia-sia saja. Tapi entah mengapa ia masih ingin terus berada disana untuk Naka, bahkan meskipun tanpa sepatah kata pun diucapkan.
Kakinya mulai lelah setelah Gio menyadari dirinya sudah berdiri di sana selama hampir satu jam untuk membujuk Naka keluar menemuinya. Pada akhirnya ia memilih untuk duduk bersandar ada pintu yang masih tertutup dengan rapat.
“Naka,” ucapnya memanggil. Meskipun suaranya tidak begitu lantang seperti sebelumnya, Gio mencoba untuk menyampaikan kalimatnya dengan lembut kali ini. “Gio kangen sama Naka.” aku Gio padanya.
Naka tidak bodoh untuk bisa mendengar suara parau Gio saat dirinya sedang menahan air mata. Naka tahu Gio sudah menunggunya dengan air mata dan segala rasa bersalahnya.
Naka diam saja, tidak ada balasan setelah beberapa menit saling diam bertukar hening. Naka menyentuh gagang pintu hendak membuka, namun kepalanya terus saja berkata jangan. Maka ia urungkan niatnya dan memilih untuk duduk bersandar di depan pintu kamarnya. Tidak ada yang tahu bahwa mereka benar-benar dalam jarak sedekat ini. Jika saja pintu kayu itu tidak menghalangi, mungkin Gio dapat memeluk tubuhnya dari belakang, mengusap air matanya seperti yang selalu dilakukannya. Memang benar naka meneteskan air matanya, sejak saat Gio memulai kalimatnya dengan kalimat rindu.
“Naka apa nggak kangen sama Gio?” kembali Gio bersuara.
“Kenapa baru sekarang?…” Naka menghentikan kalimatnya, terputus sebab Gio mendengarnya sedang terisak. “Kenapa baru sekarang gio tanya gitu sama naka?”
Lalu suara tangis semakin jelas dari dalam sana. Gio mulai khawatir.
“Naka, maafin Gio.. gio punya alasan untuk itu.”
“Kenapa Gio nggak pergi lebih lama. Gio bisa di Seattle sama Kaila kalo Gio mau.. kenapa Gio malah pulang?”
Naka menangis lebih jelas, merengek layaknya anak kecil. Gio terlalu jelas mendengar segalanya dari sisi yang berbeda. Ingin rasanya ia mengusap air mata itu. Gio tidak suka melihatnya menangis sedih.
“Naka, give me a second chance and let me tell you everything..” ucap Gio sebelum kembali melanjutkan, “naka percaya sama gio kan?” lalu hening panjang setelah Gio melemparkan pertanyaan itu.
Naka di dalam tampak sedang berpikir, pelan-pelan ia mengusap air matanya sendiri dengan lengan panjang piyama yang dikenakannya. Kemudian dengan segala keyakinan yang telah dikumpulkan ia membuka pintu kamarnya.
Gio tersenyum kemudian perlahan ia meraih kedua tangan Naka dengan lembut. “Naka…” lirihnya terharu. Salah satu genggaman dilepaskan guna mengusap air mata Naka yang masih menetes ketika melihatnya.
“Gio sayang sama Naka. Gio nggak akan ninggalin Naka apapun yang terjadi.” ucap Gio memancarkan janji pada setiap binar dimatanya.
“Tapi g-gio pergi tinggalin naka buat kaila ‘kan?”
Gio menggeleng tidak seperti dugaannya. “Gio ketemu sama Kaila buat jelasin semuanya, kalo…” Gio merapikan helai rambut Naka kebelakang daun telinganya. “Kalo naka adalah satu-satunya orang yang bisa buat Gio jatuh cinta. Gio jatuh cinta sama naka dan gio nggak bisa ninggalin naka setelah semua hal yang buat naka kecewa.”
Naka menunduk kembali lalu menangis sebanyak yang ia mau. Jujur saja, isaknya terdengar amat menyakitkan untuk Gio, dan yang dapat ia lakukan hanya mengusap air matanya sembari mengatakan,
“maafin gio ya naka…” berulang kali sampai Naka menyerah dan mengangguk kemudian memberikan sedikit lagi kepercayaannya pada Gio.
Siapa orang paling beruntung di dunia ini dan mengapa Gio adalah salah satunya. Kesempatan kedua tidak seharusnya diberikan dengan mudah, Naka tahu itu. Seharusnya ia tidak mempercayai Gio setelah banyak kekecewaan yang datang kepadanya. Namun entah mengapa rasa itu seakan tertumpuk oleh rindu dan segala hal-hal manis yang pernah membuatnya jatuh cinta pada si Taurus.
Dengan lemah dan sisa-sisa dari suaranya, Naka berkata; “gio jangan tinggalin naka lagi..”
“Gio nggak akan, gio janji.” ucapnya penuh dengan keyakinan. Gio kemudian membawa Naka dalam pelukannya sambil ia terus mengucapkan terima kasih padanya.
“Makasih udah maafin Gio…”
dan ia baru dapat merasakan pelukan balik Naka dan anggukan dalam pelukannya.
[ ]
rain.