Dua bulan lagi adik kecil Kafka yang ada dalam kandungan akan terlahir ke dunia. Kafka sendiri juga telah berumur 3 tahun setengah. Sudah lama sekali sejak Gio bertemu dengannya. Kafka bahkan sampai berlari menghampirinya ketika ia tahu siapa yang baru saja datang.
“Kak Gioo~” seru Kafka berlari sampai menjatuhkan dirinya dalam pelukan Gio. Si Taurus tersenyum-senyum senang, ia juga merindukan si kecil rupanya.
“Kafkaa, udah gede… kemarin kak Gio ketemu Kafka padahal masih bayi deh,” celetuknya sambil ia menanggapi pelukan Kafka.
Naka ikut tertawa-tawa kecil memperhatikan keduanya yang saling bertukar rindu di depan pintu masuk.
“Kafka,, biarin kak Gio nya masuk dulu dong…” sampai Naka harus mengingatkannya.
Gio memilih untuk menggendong tubuh mungil Kafka yang berbalut piyama biru langit itu. Gemas sekali, Kafka sampai belum ingin melepaskan pelukannya.
“Kafka kangen banget sama Gio kayaknya,” simpul Naka kemudian mendapati Kafka mengangguk kecil setuju.
“Kafka lagi apa sih?”
“Nonton itu…” Kafka menunjukkan dengan jari telunjuk mininya kearah televisi.
“Gantian Kak Naka dong…” giliran Naka yang sekarang merengek membujuk Kafka.
Gio diam saja mendengarkan perdebatan dua anak kecil di depannya saat itu. Sambil terkekeh tiba-tiba saja terlintas ide bagus untuk ditawarkan.
“Kafka, gimana kalo hari ini kita jalan-jalan?”
Kafka kecil mengangguk kesenangan, lalu kakinya melompat-lompat kecil diatas lantai.
Sedangkan Naka terdiam saja, ia tidak tahu apa yang tengah direncanakannya saat itu sampai Gio mengalihkan seluruh perhatian kembali padanya dan berkata;
“Ayo kita jalan-jalan.”
—
Gio sedang tidak bercanda, tahu-tahu saja Kafka dan dua orang dewasa ini mengajaknya ke tempat yang terlihat seperti antah berantah. Tidak seberapa jauh, tapi Kafka sempat tertidur dalam perjalanannya. Ketika bangun Kafka telah disambut lapangan hijau luas dengan pemandangan yang menakjubkan.
Naka dan Gio menyiapkan segalanya sebelum Kafka terbangun tadi, ia telah menyiapkan banyak makanan pembuka, kue, bolu, dan kudapan lainnya. Beserta buah-buahan segar seperti tangerine, pisang, pir dan apel.
“Giooo ayo main-main sama Kafkaa…” Kafka diam-diam mengeluarkan suaranya lantang dengan tiba-tiba. Bocah itu rupanya telah mengumpulkan nyawanya menjadi satu setelah bangun dari tidurnya. Naka jadi tersenyum kegemasan.
Dua jam berada di sana tentu saja tidak membuat Naka dan Gio diam saja, Kafka adalah anak berusia 3 tahun setengah yang terhitung cukup aktif bermain, ia mengenal dan memahami hal baru dengan cepat bersama Naka dan Gio hari ini.
Gio mulai berpikir jika sepertinya ia harus sering mengajak Kafka piknik seperti ini. Alasannya, karena Kafka itu jago sekali bermain hide and seek. Beberapa kali ia telah menangkap Naka, mendorongnya secara perlahan sampai si Sagitarius itu jatuh dalam pelukan Gio. Hari-hari seperti ini tidak biasa terjadi, Naka sadar bahwa Gio bahkan telah menyelamatkannya dari rasa bosan.
—
Saat ini ketiganya telah berada di tempat arcade game. Kafka yang meminta, meskipun agak tidak cocok dengannya tapi saat itu Kafka malah yang paling senang mencoba beberapa permainan yang masih ia mainkan.
Gio disana untuk membantu, maka ketika Kafka merengek ingin sekali main lempar bola basket ke dalam keranjang yang bergerak ke kanan dan ke kiri — Gio menggendong tubuh mungil Kafka yang sudah agak berat, menaikkan Kafka diatas box arcade lalu menuntunnya untuk melempar satu per satu bola basket ke dalam keranjangnya.
Sudah cukup, Kafka tidak merasa lelah tapi dua orang dewasa yang sedari tadi menghabiskan waktunya seharian untuk mengawasinya kini mulai kehabisan energi, terutama Naka. Si manis itu sampai cemberut tanpa sebab dan meremas kecil ujung kaos hitam Gio.
“Gio, udah malem nih… Ayo pulang.” Naka mengajaknya untuk mengakhiri hari. Kemudian ia menguap. Gio tersenyum lalu mengusap pucuk kepalanya lembut.
“Iya Naka..” timpal Gio menuruti maunya.
Kafka digendong pulang meski ia nyaris menangis karena tidak ingin, Gio berhasil membujuknya karena Naka sudah tidak punya tenaga bahkan untuk bersuara.
Begitu Gio memasangkan sabuk pengaman untuk Kafka dibelakang, Naka sudah menunggu di kursi depan dengan mata yang setengah terpejam.
“Ngantuk banget ya? Naka tidur aja nanti Gio bangunin kalo udah nyampe..” tutur Gio saat ia juga membantunya memasangkan seatbelt pada Naka.
Sudah lama rasanya Naka tidak menatap Gio dari dekat seperti tadi. Perasaannya tetap sama dan tidak berubah sedikitpun, Naka dapat merasakan jantungnya nyaris merosot karena Gio. Bahkan sampai ketika ia telah menjauh, Naka masih tetap dengan posisinya dan jantungnya yang berdebar-debar.
“Kafka udah tidur..” info Gio ketika ia menatap ke belakang.
“I-iya,” tanggapi Naka seadanya. Jangan konyol, Naka saat ini bahkan tidak bisa mengatakan sepatah katapun karena Gio yang barusan menatapnya dari dekat sambil memberikan senyum miringnya. Naka nyaris saja gila.
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, Gio membawanya dengan hati-hati selagi ia bersama dua orang yang ia cintai. Kafka sudah terlelap sejak tadi namun Naka masih menatap jalanan yang mulai sepi di depannya.
“Naka,” panggilnya guna memulai sebuah dialog.
“Iya?”
“Naka lagi dekat ya sama kak hesa?”
Naka diam. Di sepanjang perjalanan ia terus memikirkan perasaanya pada Gio yang mulai kembali secara bertahap, namun di sisi lain pertanyaan ini menimbulkan sekian pertimbangan lagi dalam hatinya. Mengingat bahwa Hesa telah mengungkapkan perasaannya dengan jujur.
“Enggak, Naka cuma kebetulan sering ketemu aja.”
Gio mengangguk samar, kemudian menatap Naka sekilas. “Kalo Gio pengen Naka seringnya ketemu Gio aja gimana?” Satu lagi pertanyaan konyol Gio sampaikan. Si Taurus jelas tahu mereka sedang tidak dalam hubungan apapun namun perasaan cemburu terus menuntutnya untuk mengutarakan segalanya pada Naka.
Naka mengangguk, “boleh.” dan jawaban tidak terduga keluar dari mulutnya.
[ ]
rain