—
Benda persegi panjang itu terus menyala, tandakan panggilan masuk berulang kali tanpa henti, Jingga maupun Nata telah menyadari bahwa seseorang yang berusaha menghubungi ponsel Jingga berulang kali ialah Adam.
“Angkat!”
Jingga menggeleng, ia mendelik panik dan jauhkan ponselnya dari jangkauan. Namun Nata meraihnya kembali dan berikan ponsel tersebut pada si pemilik.
“Angkat gak?” Natala masih berusaha memaksa Jingga yang masih terlihat enggan.
“Kamu aja.” Jingga terus menolak. Jangan lupa, wajahnya masih merah merona karena fakta yang ia terima dari Nata beberapa saat yang lalu. Nata bilang kalau Adam menyukainya. Jadi selama ini, dirinya lah yang salah sangka?
“Jingga ini video call, yang bener aja masa gue yang angkat sih..”
Jingga tidak bosan menggeleng, ia tolak terus sebab terlalu malu akan fakta ini. Rasanya tidak bisa menghadapi seorang Adam lagi setelah tahu laki-laki Taurus itu menyukainya juga.
“Jingga! Gue tau lo belum tidur! Please.. Ketemu sama gue sebentar!!” Suara teriakan nyaring terdengar, rupanya orang ini tidak peduli kalau jam sudah menunjukkan pukul tengah dini hari yang artinya ia bisa saja mengganggu jam istirahat orang lain.
“Itu Adam? Adam di depan rumah lo Jingga?!” Natala inisiatif membuka tirai jendela kamar Jingga dan mendapati sosok Adam berdiri disana di depan mobil yang diparkir tidak begitu rapi.
Jingga tidak percaya, wajahnya semakin memerah ketika mendapati Adam sudah di depan rumahnya malam-malam begini.
“Samperin ya?” Nata memohon pada Jingga, ia tidak ingin sahabatnya itu melewatkan kesempatan untuk meluruskan semuanya.
Awalnya Jingga ragu, ia diam saja tanpa berikan reaksi apapun terhadap harapan Nata, matanya ragu terus melihat Adam di balik tirai yang disingkap itu.
“Gue temenin.” dan tawaran tersebutlah buat jingga mengangguk yakin untuk keluar menuju balkon temui Adam.
Begitu Jingga keluar temui Adam, jari telunjuk diacungkan dan diletakkan di depan bibirnya, tanda bahwa Jingga meminta Adam untuk diam. Adam tersenyum, ia bisa tahu betapa bahagianya senyum itu ketika melihat Jingga pada akhirnya keluar menemuinya.
“Makasih udah mau keluar buat ketemu sama aku ya, Jingga…” tanpa satu suarapun terdengar, Adam berhasil gunakan kemampuan bahasa isyaratnya dengan baik.
“Kamu baik-baik aja kan?”
Jingga menyimak dengan baik, ia menganggukkan kepalanya malu-malu dan tersenyum.
“Udah makan?”
Jingga tertawa sedikit sebab bahasa isyarat Adam masih salah sedikit. Namun ia tetap mengangguk dan memahami maksud Adam.
“Maaf ya aku datang malam-malam gini. Tapi kamu belum baca chat ku kan?”
Jingga mengangkat alisnya baru tersadar sesuatu kalau ia belum sempat melihat isi ruang obrolannya dengan Adam.
“Eh! Jingga, jangan sekarang! Nanti dulu..” ujar Adam begitu mulai menyadari Jingga mencari-cari keberadaan ponselnya.
“Kamu chat aku apa? Aku belum baca sama sekali.”
Adam terlihat gugup, Jingga tahu telapak tangannya basah karena Adam terus-terusan mengusapnya ke belakang kemeja. Agak lama Jingga menunggu Adam, ia kira Adam lupa bahasa isyarat untuk mengatakan sesuatu sampai pada akhirnya ia mengepalkan tangannya sejajar keatas, perlahan mengeluarkan jari kelingking dan jari telunjuk bergantian diikuti dengan ibu jarinya, menghadap Jingga secara langsung.
Jingga membeku, ia tahu betul arti kata itu. Bahkan Natala sudah cekikikan sendiri dibalik pintu balkon.
“Udah lama aku suka sama kamu.” Adam menunjuk dirinya sendiri, mengepalkan tangannya kemudian membuat tanda silang dan menunjuk Jingga diatas sana. Gugup terasa lebih tenang sedikit setelah Adam katakan semua perasaannya.
“Jingga…”
Jingga tidak tahu ini akan terjadi. Jingga tidak siapkan apapun, rasanya membingungkan. Ia masih tidak percaya. Maka sesuatu dalam dirinya memaksa untuk tidak berikan tanggapan apapun untuk pengakuan Adam. Maka malam itu, disaksikan oleh bulan setengah penuh Jingga berdebar dan memilih untuk berlari kembali ke kamar.
[ ]
rain