﹏
Anak laki-laki itu menopang dagu, sikunya di atas lantai beralaskan karpet lembut. Netra seindah obsidian itu menatap penuh dengan ketertarikan kepada aktivitas yang dilakukan temannya. Disini, diatas rumah pohon kayu yang dibangun sedemikian rupa oleh sang ayah untuk mereka bermain —Sunghoon tersenyum ketika Jongseong berhasil membuat gambar penguin dengan jelas menggunakan pensil yang dipinjamkannya. Ia tertawa riang, tersenyum puas sebab gambar penguin miliknya tidak sebagus milik Jongseong.
“Terima kasih,” ujar bocah lima tahun itu pada temannya.
“Kamu tahu nggak?”
“Apa?” Sunghoon langsung tertarik begitu Jongseong berkata demikian. Kata-kata yang selalu buat dirinya penasaran sebab Jongseong selalu berikan fakta fakta unik tentang pengetahuan yang ia punya.
“Bahasa inggris nya penguin itu penguin juga loh.”
“Masa’?” agak kurang yakin tapi Sunghoon selalu percaya dengan apa yang dikatakan temannya itu.
Jongseong mengangguk dua kali. “Kata mama sih gitu.”
Kemudian Sunghoon menunjukkan kertas milik Jongseong yang sudah tergambar burung elang di atasnya dengan indah. “Kalau bahasa inggris nya elang apa?”
“Eagle,” jawabnya cepat buat Sunghoon anggukkan kepalanya lagi. Ia belajar kata baru hari ini.
“Kalau bahasa inggris nya ikan apa?”
“Fish.”
“Kalau kelinci?”
“Rabbit.”
“Kalau rusa?”
“Deer.”
Sunghoon terkesan sampai rasanya ingin sekali tanyakan bahasa inggris dari semua nama hewan yang ia tahu pada Jongseong hari itu. Tapi ia tidak ingin buat Jongseong lelah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Lagipula ia bisa melihatnya sendiri nanti di kamus bergambar yang dibelikan oleh ibu.
“Kamu jago bahasa inggris ya..” pujian diberikan oleh Sunghoon pada kawannya itu. Jongseong tersenyum malu-malu.
“Mama yang ajarin.”
“Nanti ajarin aku juga ya..”
Jongseong tersenyum, “boleh.” Katanya.
Hari itu hari Sabtu, hari yang tepat untuk habiskan waktu bahkan sampai sore hari tiba. Karena kalau hari sudah mulai sore mereka tidak harus pulang dan menyiapkan PR untuk hari Senin. Sunghoon dan Jongseong masih punya waktu yang banyak untuk mengobrol dan bermain di rumah pohonnya. Bahkan untuk menikmati makan siang mereka yang sudah dibawa dari rumah.
“Kata ibu aku belum bisa makan ikan. Kalau makan ikan harus disuapi ibu, soalnya takut nggak sengaja makan tulangnya. Kamu pernah nggak sengaja makan tulang ikan? Sakit tahu.. waktu itu aku nggak sengaja makan dan waktu itu aku sampai nangis.” Sunghoon ceritakan pengalaman makan ikan pertamanya pada Jongseong. Tidak tahu sudah berapa kali ia ceritakan ini. Jongseong juga tidak ingin repot-repot mengingatkan Sunghoon karena ia suka.
Ia suka melihat Sunghoon bercerita panjang lebar tentang pengalaman pengalaman kecilnya. Tentang insiden insiden luar biasa yang terjadi pada bocah beberapa bulan lebih muda darinya itu. Semua tentang temannya itu memang selalu menarik baginya.
“Mau aku suapin?” Melihat Sunghoon kesulitan memotong daging ayam di kotak bekal yang dibawanya Jongseong langsung inisiatif tawarkan bantuan. Uluran tangan itu disambut dengan anggukan kepala Sunghoon, kotak makan siangnya diberikan pada Jongseong.
“Makasih ya..” Sunghoon ucapkan lagi, tapi kali ini mulutnya sambil diisi penuh oleh makanan. Jongseong sempat mengusap bibirnya ketika ada makanan yang tertinggal di ujung bibir.
Ia tersenyum, matanya menyipit karena tersenyum. Sore itu matahari yang menghujani mereka melalui jendela yang dibuat pada tiap sisi rumah pohon tak sengaja mengenai Sunghoon yang berada duduk paling dekat dengan jendela. Terang sekali, pun juga hangat. Sunghoon sama sekali tidak menghindar sebab ia tidak mau jauh dengan Jongseong barang sedikit saja.
Sedang anak laki-laki itu tahu, ia tahu betapa indahnya Sunghoon duduk diatas karpet sambil menopang dagu, tersenyum dengan mata yang menyipit. Jongseong mengaku belum pernah ia melihat pemandangan seindah ini di depannya. Baginya Sunghoon itu selalu terlihat cantik. Tapi ditambah dengan sinar matahari yang mencium wajahnya ia terlihat lebih lebih cantik.
Begitu makan siang usai, kotak bekal milik mereka dikumpulkan menjadi satu di pojok ruangan. Menjadi saksi bisu atas kegiatan menyenangkan mereka di atas rumah pohon ini.
“Memangnya ibu sama ayah kemana, hoon?”
Ditanya begitu, Sunghoon mengangkat kedua bahunya sambil dengan santai mengocok dadu dalam permainannya. Giliran pionnya yang maju.
Hari itu memang hari dimana Sunghoon mengajaknya main, Sunghoon menghampiri rumah Jongseong yang hanya berjarak 10 langkah dari rumahnya sambil membawa permen dan mengajaknya untuk bermain. Lagipula Sunghoon bosan harus lagi-lagi di rumah sendirian. Ia butuh teman dan satu satunya orang yang terlintas di benaknya hanyalah Jongseong.
“Mereka bilang sih kerja.”
“Memangnya hari Sabtu ada orang kerja ya?”
“Ada kok. Ayah sama ibu kerja hari ini. Katanya orang dewasa itu sibuk banget.”
Giliran si taurus yang mengangkat bahunya, mulutnya masih tersumpal permen lolipop pemberian Sunghoon, sampai ia kemudian menjawab, “gak tau sih.. mama aku soalnya di rumah terus, sibuknya cuma masak dan beres-beres rumah.”
Sunghoon mengangguk. “Makanya mama kamu sering ajarin kamu bahasa inggris ya?”
Jongseong mengangguk karena memang itu faktanya. Ia belajar banyak dari sang mama bahkan pada saat mama memasak.
“Mama ajarin aku banyak bahasa juga kok.”
“Masa’?”
“Iya.”
Sunghoon mulai tertarik. Permen lolipop di mulutnya yang sudah mulai sedikit habis itu dikeluarkan dari mulutnya. Kalau diingat-ingat lagi, Ibu dan ayah belum pernah ajari Sunghoon bahasa Inggris sampai yang sulit, apalagi bahasa bahasa yang lain. Ia abaikan permainan ular tangga yang di gelar di atas lantai kayu, kemudian ia duduk bersila menghadap lawan bicaranya.
“Berarti kamu tahu dong bedanya ‘cium’ dan ‘kecup’?”
Jongseong diam. Berusaha pahami pertanyaan Sunghoon sambil pikirkan jawaban.
“Kemarin aku baca baca buku punya Kak Yeonjun di kamarnya, terus aku ketemu kata ‘cium’ dan ‘kecup’. Tapi aku nggak tahu artinya apa. Kak Yeonjun nggak mau kasih tahu sih..”
“Mama nggak kasih tahu kata itu sih, tapi aku sempat baca sendiri di kamus.”
“Oh ya? Apa dong?”
Jongseong mendekat sekali lagi, ia benarkan posisi duduknya dengan nyaman. “Kecup itu sama kaya cium, biasanya di pipi. Namanya kecup soalnya kalo dilakukan akan bunyi seperti ‘cup!’ begitu.”
Sunghoon serius mendengarkan. Ia dapat kata baru lagi hari ini. “Kaya gimana?” ujarnya penasaran.
Jongseong tanpa ragu ragu mendekatkan tubuhnya pada Sunghoon. Anak laki-laki itu kemudian mendaratkan bibirnya diatas pipi gembul Sunghoon untuk sepersekian detik. Bunyi ‘cup!’ terdengar begitu jelas. Sunghoon sampai sedikit terdorong ke kanan akibat menerima kecupan pada pipi kirinya.
Wajahnya merah. Sunghoon tidak tahu kenapa, ia merasa belum pernah sedekat ini dengan Jongseong. Ia kembalikan batang permen ditangan ke dalam mulutnya.
“Terus apa bedanya dong sama ‘cium’?” tanyanya lagi masih penasaran.
Jongseong mengangkat bahunya, “nggak tahu. Kayanya sama aja deh…”
“Oh mungkin, kalau kecup itu sebentar aja tapi kalau cium itu lama sekali.” Tebak Sunghoon asal bicara. Biar terlihat lebih pintar dari Jongseong saja.
“Masa’ sih? Selama apa?”
“Nggak tahu.”
Jongseong jadi ikut penasaran sekarang tapi sayang sekali ia tidak membawa kamus saat bermain seperti ini. Ia tidak tahu kalau kamus akan dibutuhkan di saat-saat seperti ini.
“Tapi Kak Chaewon pernah bilang kalau cium itu kaya lagi menangkap bau dengan hidung. Di buku IPA punya Kak Chaewon ada tulisan kalau manusia punya hidung untuk mencium. Berarti sama kan sama ‘cium’. Kata Kak Chaewon sih sama, soalnya ‘mencium’ itu ‘men’ nya cuma imbuhan aja. Kata dasarnya tetap ‘cium’.”
Panjang lebar Jongseong menjelaskan, Sunghoon diam saja, ia tertarik dengan pembahasan ini namun otaknya seperti tidak sampai sejauh itu memahami kata demi kata yang ia tidak mengerti. Seperti, apa itu imbuhan? Apa itu kata dasar? Dan apa itu buku IPA? Yang ia tahu sejauh ini cuma buku gambar.
“Nggak ngerti, hehe..”
Jongseong ikut tertawa kecil lalu mengusap pucuk kepala yang lebih muda. “Nggak apa-apa nanti kita belajar lagi. Besok aku bawa kamus kalau kita ke rumah pohon lagi.”
“Tapi aku pengen tahu sekarang.” Sunghoon cemberut. Alasannya hanya satu, ia penasaran. Rasa penasarannya cukup tinggi untuk anak usia 5 tahun. Ia ingin tahu sekarang karena takut besok akan lupa menanyakan ini pada Jongseong.
Jongseong bingung, takut kalau Sunghoon menangis karena tidak bisa menjawab pertanyaan Sunghoon dengan mudah kali ini. Yang dilakukannya hanya mengusap usap kepala Sunghoon dengan lembut.
“Jangan nangis. Tapi aku inget Kak Chaewon bilang kalau ‘ciuman’ itu sama kaya ‘cium’ juga, artinya dekatin bibir dan hidung kita sampai sentuhan, kaya gini..”
Jongseong melepaskan batang permen lolipop di mulutnya dan mendekatkan hidung mancungnya sampai bersentuhan dengan hidung Sunghoon. Dari jarak sedekat ini ia dapat melihat dengan jelas kalau Sunghoon sudah hampir menangis tadi kalau ia tidak tahu arti kata ‘cium’ setelah ia tahu arti kata ‘kecup’.
“Aku cium kamu sekarang,” katanya. Jongseong masih membuka matanya lebar lebar sama seperti Sunghoon. Hanya hidung mereka yang bersentuhan.
“Mulut kamu bau stroberi,” ucap Sunghoon setelah Jongseong akhiri kalimatnya. Berbicara sedekat ini buat dirinya jadi berdebar, apa lagi saat Sunghoon dengan mudahnya mencium wangi stroberi dari bibirnya.
“Kamu juga. Itu soalnya permen kita rasa stroberi.”
“Aku mau coba..” Sunghoon kecil penasaran, apakah permen milik temannya itu juga sama manisnya. Maka ia dekatkan bibirnya yang merah itu pada bibir Jongseong, sedikit ikut merasakan rasa manis pada permukaan bibirnya.
“Manis,” Sunghoon mengaku. Sementara wajah Jongseong sudah merah padam.
“Punya kamu manis juga, nggak?”
“Coba aja.”
Jongseong tanyakan permen miliknya, tapi Sunghoon malah condongkan wajahnya lebih dekat dengan Jongseong. Dengan polosnya, anak laki-laki itu melakukan sama persis dengan apa yang dilakukan Sunghoon.
Bibirnya manis. Wangi rasa stroberi yang tidak pernah habis. Basah dan juga terasa lengket. Sunghoon dan Jongseong bergantian merasakan bibir manis itu, karena dengan cara ini mereka merasa lebih hangat. Sunghoon tidak tahu kalau bibir dan lidah orang lain yang menyentuh bibirnya bisa terasa sehangat ini. Kemudian rasa permennya perlahan-lahan berubah.
"Kok rasa permennya jadi beda. Rasanya manis, lalu asam, manis lagi, asam, lalu gurih." Sunghoon dengan polosnya benar-benar mendeskripsikan secara detail aftertaste yang ia rasakan saat itu. Senang karena ia baru saja mencoba hal baru.
“Memang begitu mungkin.” Jongseong kemudian sedikit menjauh setelah saling menyentuhkan bibirnya satu sama lain.
Wajah mereka sama-sama memerah, jantungnya sama-sama berdebar, untuk beberapa detik setelah ciuman itu Sunghoon tidak mau bertemu pandang dengan Jongseong karena malu. Belum pernah rasanya mereka sedekat ini sebelumnya. Kemudian hening menyapa rumah pohon itu. Hadir sebagai angin sore yang berhembus lembut menerbangkan surai rambut dua anak laki-laki di dalamnya.
Sampai pada akhirnya Jongseong berkomentar lebih dulu soal pengalaman pertamanya, “jadi ini ya alasanya kenapa cium itu lebih lama dari kecup. Kaya nya masuk akal juga sih, soalnya kalau ciuman ada rasanya.”
“Setuju.” Sunghoon mengangguk satu kali. Kemudian mereka sudah bisa saling memandang satu sama lain meski masih dengan debar yang sama.
“Seru. Rasanya kaya lagi naik kereta gantung yang tinggi. Deg-degan.” Tambahi Sunghoon gambarkan suasana hatinya saat ini.
“Kapan-kapan mau coba ciuman lagi nggak?”
“Boleh.”
[ ]
rain.