Drunk-Dazed

rain
6 min readFeb 7, 2023

--

Flat yang mereka tempati berdua mulai agak sepi ketika sudah sekitar seminggu Sunghoon harus menunggu Jongseong nya pulang terlambat. Diatas jam 10, bukan jam pulang kuliah yang wajar. Mereka juga tidak pernah membicarakan soal ini. Tiba-tiba saja Jongseong seperti agak menjauh darinya semenjak pertengkaran terakhir mereka. Tidak ada pasangan yang tidak bertengkar, namun rasanya mereka harus berhenti bersikap egois dan mulai memahami satu sama lain.

Jongseong dan Sunghoon sengaja menyewa flat berdua untuk mereka tinggali. Mengingat ini semua adalah ide Jongseong sendiri yang awalnya hanya ingin kabur dari rumah. Mereka mulai tinggal bersama ketika masih berteman sampai keduanya terbiasa bersama dan memutuskan untuk berpacaran. Awalnya berjalan sesuai dengan apa yang mereka inginkan, mereka selalu mendengarkan satu sama lain. Saling memberikan solusi terhadap permasalahan pribadi sampai pada suatu ketika semuanya berada di luar kendali. Dua tiga tahun mereka jalani bersama-sama sampai pada malam itu keduanya tiba-tiba merasa jenuh.

Mulai mempermasalahkan masalah sekecil apapun. Sekecil Sunghoon yang hari itu memutuskan untuk pulang bersama Yeonjun karena dirinya sendiri selalu sibuk dengan urusan lain. Sunghoon tidak mengerti mengapa masalah seperti ini menjadi besar. Jongseong sempat marah padanya, pergi meninggalkan rumah tanpa pamit sepatah kata.

Sunghoon perhatikan jam digital yang menempel di dinding dengan sempurna. Pukul 11:00 malam, namun masih belum ada tanda-tanda Jongseong pulang. Ia duduk dan merasa tidak nyaman dengan perasaannya sendiri. Berulang kali ia mematikan dan menyalakan ponselnya menunggu mungkin saja Jongseong nya memberi kabar kalau akan pulang terlambat. Pupus harapannya sudah ketika ia mendapati sudah hampir tengah malam, apapun itu ia berharap Jongseong baik-baik saja malam itu.

Tidak lama setelah baru saja Sunghoon berniat untuk meninggalkan ruang tengah, dalam ruangannya yang hening ia mendengar suara pin dari pintu flat nya di tekan sesuai password.

Sunghoon berlari mendekati pintu masuk. Namun setelah pintu itu terbuka ia mendapati Jongseong nya dengan keadaan yang sangat berantakan, wajahnya babak belur dan tidak sedikit goresan pada pelipisnya. Jalannya gontai dan tidak seimbang. Baru berjarak beberapa senti dari Sunghoon berdiri pria itu sudah mencium bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya.

“For God’s sake! Kamu habis darimana aja Jongseong?! Jangan bilang kamu kesini nyetir mobil sendiri??” tanya Sunghoon. Namun setelah itu seseorang dari balik pintu menjawab.

“Jongseong pulang sama gue kok hoon, mobilnya masih ada di rumah kak Heeseung, mungkin besok baru bisa gue bawa kesini,” ucap Jake yang baru saja ia sadari keberadaannya. Sunghoon merasa sedikit lega setelah ia dapat mengambil alih tubuh Jongseong malam itu.

“Jake, thank you. Maaf ya ngerepotin..”

“Nggak kok, gue balik ya hoon..” Jake meninggalkan Jongseong bersama orang yang tepat.

Sunghoon meletakkan tubuh Park Jongseong yang sudah tidak bertenaga itu diatas sofa mereka. Ia melepas jaketnya yang kotor, sepatu dan kaus kaki yang masih ia kenakan. Sunghoon tidak tahu apa yang terjadi padanya, namun jauh dalam hatinya ada perasaan marah, kecewa dan sedih melihatnya.

“Ini kamu minum berapa banyak sih… kamu berantem sama siapa juga? Banyak tingkah banget jadi orang!”

Jongseong menarik nafasnya dalam, “pertama aku minum 5 botol..” kelima tangannya diacungkan memberitahu.

“Gila!” sahut Sunghoon tak habis pikir.

“kedua, Kak Yeon–”

“Kak Yeonjun??!!!” belum selesai Jongseong menyebutkan sebuah nama, Sunghoon lebih dulu mengetahuinya.

“Udah berapa kali aku bilang, jangan ada urusan sama Kak Yeonjun, seong… kamu bakalan kayak gini lagi.”

“Dia tuh suka sama kamu hoon! Aku gak suka. Mana bisa aku diem aja…” Jongseong hampir saja teriak namun bagaimanapun juga ia berhasil mengontrol dirinya sendiri yang sedang dibawah pengaruh alkohol.

Sunghoon berhenti sebentar, untuk sesaat ia sadar bahwa Jongseong bahkan masih peduli dengannya. Memang semua yang terjadi hanya kesalah pahaman, ia juga tidak mengira akan membawa Jongseong pada malam ini.

“Tetep aja seong, aku nggak mau lihat kamu berantem gini… Aku nggak mau kamu luka.” Diusapnya bagian wajah Jongseong yang masih penuh dengan luka baru. Memar di pipi kanan dan kirinya terlihat jelas sangat menyakitkan. Sunghoon jadi tidak tega melihatnya.

“Aku ambil obat dulu,” ucap Sunghoon tidak peduli Jongseong masih ingin memejamkan matanya itu mendengarnya atau tidak. Namun ketika baru saja ia berdiri tangan kirinya di tahan untuk tidak pergi sedekat apapun.

Sunghoon terkejut menatap laki-laki itu. Ada perasaan kecewa dan iba, ada perasaan cinta namun ia sudah tidak tahu lagi apa yang bisa dipertahankan darinya. Seminggu telah cukup untuk Sunghoon mengetahui bahwa Jongseong terlihat bosan dengannya. Laki-laki itu jelas selalu mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan bersama. Ia tidak pernah bertengkar selama ini, dan mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk Sunghoon melepaskannya.

“Jangan pergi…” Suara itu terdengar jelas dari mulut Jongseong yang masih dengan mata terpejam seperti sedang melantur, tangannya menahan Sunghoon untuk tidak pergi.

Dengan perlahan Sunghoon melepaskan genggamannya.

“Aku nggak pernah pergi seong, justru kamu yang selama ini ninggalin aku. Kamu selalu pergi tanpa pamit, pulang terlambat dan selalu minta waktu untuk sendiri. Kamu sadar nggak kalo kamu udah nggak peduli sama aku lagi?” ujar Sunghoon berusaha menyadarkannya.

Jongseong menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak tahu kalau Sunghoon bisa semarah ini padanya. Sedikit demi sedikit ia sadar akan kesalahannya malam itu.

“I’ve try to reach you, tapi kamu menghindar. I’ve try to get closer to you, tapi kamu menjauh. Kamu yang pergi seong… aku nggak kemana-mana,” dallih Sunghoon dengan suaranya yang gemetar, ia tidak bisa bohong ketika dirinya sangat mencintai Jongseong. Maka malam itu pun keinginan untuk melepaskannya sudah sampai diujung. Ia tidak tahu kalau ia bisa bertahan lebih lama dari yang sekarang.

“Sunghoon, maafin aku…” ucapnya lirih. Pelan-pelan karena Jongseong sambil menangis tersedu-sedu. “Maafin aku, aku nggak niat buat jauhin kamu hoon… aku cuma lagi capek. I can’t find home in anywhere else, tapi setelah itu aku sadar kalau rumahku nggak pernah pergi kemana-mana. Jadi jangan tinggalin aku, tolong…” Jongseong meraih kedua tangan Sunghoon dengan sisa tenaganya. Ia merasa kacau semua pertahanannya untuk tidak menangis hancur. Jongseong menundukkan kepalanya merasa bersalah. Berusaha memperbaiki keadaan namun ia tidak mengerti bagaimana.

Sunghoon menatapnya iba. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain duduk di depan Jongseong sambil memeluk tubuhnya yang gemetar.

“Aku minta maaf, aku cuma bingung sama perasaanku hoon… Aku gak mau kamu pergi, tapi nyatanya aku yang pergi dari kamu. Aku gak mau kamu luka, tapi nyatanya aku sendiri yang nyakitin kamu… Maafin aku.”

Sunghoon membawanya ke dalam pelukan paling hangat. Dengan cepat ia merubah pikirannya untuk meninggalkan Jongseong. Apapun yang terjadi, Jongseong sangat membutuhkannya sekarang.

“Please don’t leave me alone.. I have no one but you,” katanya lirih, ia memohon dengan sepenuh hatinya.

Sunghoon tahu juga Jongseong dan keluarganya sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Ia tahu laki-laki itu tidak punya tempat untuk pulang, selama ini hanya dirinya dan ia sadar bahwa ia sangat dibutuhkan olehnya. Selama ini keduanya telah menjadi rumah untuk satu sama lain. Tidak mungkin ia pergi begitu saja meninggalkan rumahnya.

“Aku nggak akan ninggalin kamu seong… I won’t leave my home,” timpal Sunghoon dengan lembut sembari mengusap punggungnya.

Jongseong menariknya lebih dekat, Ia bahkan membuat Sunghoon duduk dipangkuannya. Setelah pelukan hangat itu dilepaskan, mereka merasa kembali tenang dan menemukan rumahnya.

Pukul dua tengah malam, setelah tangis dan permintaan untuk tidak saling meninggalkan itu, keduanya sudah baik-baik saja, kembali seperti semula, atau bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.

Sunghoon tiba dengan kotak P3K yang baru saja diambilnya di belakang. Malam itu, Jongseong tidak bisa berhenti tersenyum ketika Sunghoon mengobati luka di wajahnya. Pandangannya tidak mau lepas dari bibir yang lebih muda.

“Cantik, you’re mine.” katanya lirih sembari ia usap bibir merah muda Sunghoon dengan ibu jarinya. Yang diperlakukan dengan sangat manis itu tersenyum malu, kedua pipinya sudah bersemu merah. Sampai Sunghoon telah menutup lukanya yang terakhir di pelipis kanan, ia kembali dibawa mendekat di atas pangkuan kekasihnya. Dengan perlahan namun pasti, Jongseong jatuhkan satu lumat panjang diatas bibirnya. Merasakan manis setelah pahit alkohol yang menjadi pelampiasannya malam itu. They kiss as much as they miss each other.

“I love you hoon..”

Sunghoon terkekeh kecil setelah ciuman itu berakhir.

“You know when was the last time you said that you love me?”

“Kapan?”

Kedua pipinya ditangkup oleh kedua telapak tangan, Sunghoon mengusap wajah laki-laki itu dengan sayang.

“It’s always the night when you’re drunk, seong…”

Mendengarnya Jongseong ingin tersenyum.

“So, from now on i’ll be drunk to kiss you and say I love you,”

“H-hey! Don’t you dare..”

[ ]

rain.

--

--

rain
rain

Written by rain

ֶָ֢ 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒘𝒆𝒍𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒕𝒐 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒊𝒑𝒑𝒆𝒅 𝒑𝒂𝒈𝒆𝒔 𝒐𝒇 𝒎𝒊𝒏𝒆.

No responses yet