Tidak ada yang membuat Cherie, gadis usia 6 tahun itu lebih bahagia dari hari ini. Hari dimana sepulang sekolahnya, dengan setelan seragam sekolah putih dan merah, Cherie berlari kecil hampiri Gio dan Naka sambil tersenyum gembira. Hari ini, kedua orang tuanya menjemput, bukan hanya salah satu dari mereka tapi keduanya. Cherie tidak tahu dalam rangka apa, yang pasti sang ayah telah siap merentangkan tangan untuk memeluknya.
“Ayah kok sudah pulang kerja?”
“Ayah libur dek, hari ini kita mau ke rumah oma. Katanya oma kangen banget sama adek.”
Cherie tidak bisa menahan rasa bahagianya sekalipun dalam gendongan Gio. Ia memeluk Gio erat karena saking bahagianya berulang kali aturkan kalau ia juga rindu oma-nya.
“Cherie seneng? Nanti kita ketemu sama kakak juga ya?”
“Kakak?”
Cherie bertanya, alih-alih menjawab Naka membuka pintu mobil dan membantu gadis kecilnya duduk di kursi khusus anak-anak, memasangkan sabuk pengaman dan mengecup pipi kanan Cherie.
“Adek mau punya kakak nggak?” Giorafsan bertanya sambil pelan-pelan ia jalankan mobil hitamnya itu pergi dari sekolahan.
“Mau mau… Kakaknya baik kan? Kakaknya cewek apa cowok, ayah? Kakak siapa namanya? Kakak suka gambar juga nggak, ayah?”
Giorafsan dan Aksaranaka tidak tahan untuk tersenyum satu sama lain. Bahagia sekali rasanya dengar Cherie seantusias ini. Mungkin rencananya untuk adopsi seorang anak akan segera terwujud.
Cherie terlelap saat ia tiba, perjalanan ke rumah kedua orangtua Giorafsan memakan waktu setengah jam dari sekolah dan rumah baru mereka. Lelah namun saat terbangun kembali Cherie masih ingat mengapa ia berada disini.
Giorafsan membawa Cherie dalam gendongannya, ia berjalan memasuki rumah masa kecilnya yang masih tetap sama bahkan saat ia sudah berkeluarga.
“Ayah.. kakak jadi ketemu kan nanti, ayah?”
“Jadi sayang, kita ketemu oma sama opa dulu ya…” dan Cherie mengangguk, ia turuti mau sang ayah tanpa rewel dan protes. Lagi pula sudah lama sekali Cherie tidak bertemu oma dan opa nya.
“Cherie!! Sayangnya oma.. Halo sayang~”
Mama tampak sangat bahagia, sama dengan Cherie yang ikut menyambut pelukannya. Meskipun terlihat mengantuk, Cherie masih terlihat cantik dan menggemaskan dengan balutan seragam sekolah SD.
“Cherie sudah besar ya, sudah kelas 1 SD. Pasti makin pinter ya?”
“Iya dong oma… Cherie juara satu di kelas.” Cherie bangga, acungkan jari telunjuknya ke atas, pamerkan pencapaian tertingginya selama di sekolah sebagai murid paling pintar.
“Papa mana ma?” ujar Naka diikuti rutinitas pertemuan mereka seperti cium pipi kanan dan kiri.
“Papa masih di kantor. Naka sudah makan?”
Naka menggeleng, perutnya masih kosong semenjak pagi tadi hanya diisi dengan teh hangat. Mama hampir mengajaknya ke ruang makan sebelum tiba-tiba saja terdengar suara seseorang datang untuk bertamu.
“Permisi tante.. Ini Amanda. Bawa kue– eh? Ada tamu ya?” Gadis itu berubah menjadi tersipu, kiranya rumah tetangganya selalu sepi, ternyata hari itu ia dapati ada beberapa orang ada di dalamnya sedang bertemu rindu. Mama beralih sambut Amanda, ajak gadis surai panjang itu masuk ke dalam rumahnya untuk bertemu Gio dan Naka.
“Manda, sini masuk. Kenalin, ini anak tante, Gio sama Naka.. ini Cherie.”
Amanda terlihat senang, baru kali pertamanya ia bertemu dengan keluarga yang akan mempekerjakannya sebagai pengasuh bayi. Tidak disangka ia akan bertemu dengan mereka secepat ini.
“Oh! Ini Cherie?” Amanda ulurkan tangannya pada gadis kecil yang tengah bersembunyi di balik kaki Aksaranaka, sambil tersenyum manis ia melambaikan tangannya berusaha membuat Cherie ingin balas sapanya.
“Aku Amanda,” katanya mengenalkan diri pada si kecil. “Kakak punya kue mangkok nih, Cherie mau kue mangkok nggak?”
Tiga orang dewasa terdiam amati usaha Amanda mendekati Cherie yang malu-malu. Sementara itu wajahnya sudah semerah buah ceri, Cherie malu-malu namun rasa penasarannya lebih besar dibandingkan rasa malunya.
“Kue mangkok itu apa?”
“Cupcake!” Amanda berikan satu buah kue mangkok buatannya sendiri yang paling cantik.
“Kue mangkok sama kayak cupcake ya, papa?” Cherie menatap Naka dengan sorot mata ingin tahunya itu. Naka mengangguk kemudian.
“Betul Cherie, kue mangkok itu cupcake, keduanya sama saja. Cherie mau kue mangkok buatan kakak Amanda?”
Cherie mengangguk dua kali, tandanya dia setuju untuk mencicipi kue mangkok warna coklat muda dengan taburan kismis diatasnya.
“Terimakasih Kakak Amanda..” Cherie berhasil keluar dari persembunyian kecilnya, ia melangkah satu kali mendekati Amanda dan menerima uluran kue mangkok buatannya dengan tangan kanan.
Begitu Cherie cicipi satu kali suap, gadis itu mendelik tidak percaya. Ini adalah kali pertamanya rasakan kismis di dalam roti lembut rasa coklat manis.
“Enak? Cherie suka nggak?”
Cherie sampai kehabisan kata-kata, ia mengangguk-anggukan kepalanya setuju dengan pertanyaan enak dari Amanda.
Sejak kedatangan Amanda di rumah, ia sama sekali tidak sedikitpun luput dari perhatian Aksaranaka. Gio menyimpulkan Naka telah menyukai gadis itu, atau bisa saja ia sebut dengan jatuh cinta. Sebab berulang kali mereka kerap tersenyum dan bercanda satu sama lain. Gio tahu dan keputusannya sudah bulat.
“Cherie seneng banget main sama Amanda, Gio.” Aksaranaka tersenyum lebar, ia berjalan kecil menghampiri Giorafsan dan Mamanya di meja makan. Keduanya saling bertukar cerita satu sama lain sebelum Naka datang tinggalkan Cherie kecil bermain dengan Amanda.
“I can tell. You also look so happy, Naka..”
Mama menggeser kursi tempat Naka duduk menjadi lebih dekat dengannya, rasa rindunya memang tidak bisa dibendung lagi. Sejak tadi mama selalu cari kesempatan ingin dekat dengan menantu kesayangannya itu.
“Lihat Gio, Naka tambah cantik ya kalau lagi seneng?”
Meski hanya menjawab dengan senyum, Giorafsan setuju dengan mamanya. Naka selalu terlihat lebih cantik setiap harinya, tanpa atau dengan riasan sekalipun Aksaranaka berhasil membuat Giorafsan terus jatuh cinta. Yang dipuji kini terlihat malu-malu, pelan-pelan ia meneguk teh melati buatan mama yang disuguhkan sambil mengangguk sekali ia berkata, “mama juga tambah cantik loh..” karena memang, Aksaranaka tidak bohong, meski semakin bertambah tua setiap harinya namun mama terlihat jauh lebih segar dari biasanya. Mungkin karena beliau memiliki banyak waktu untuk berkumpul bersama dengan teman-teman sebayanya akhir-akhir ini.
“Tapi ngomong-ngomong, mama juga udah pikirin keputusan kalian untuk adopsi Amanda loh.. Mama pikir itu ide yang bagus. Selain Naka dan Cherie yang nggak akan kesepian lagi nantinya, Amanda juga bisa lanjutin sekolahnya karena kalian berdua.”
“Tadi Amanada juga udah cerita sedikit ke Naka, kalau sebenarnya dia berhenti sekolah sejak kelas dua SMA. Naka kaget, ternyata Amanda lebih muda dari yang Naka kira.” ujar Naka lanjutkan pernyataan mama.
“Mau ngobrol sama Amanda? Mama panggil anaknya kemari ya?”
Meski tidak dijawab, setelah kalimat tanya tersebut, mama berjalan menuju ruang tengah hampiri Amanda dan Cherie, sekaligus memanggilnya untuk makan siang bersama. Degan begitu Amanda datang sembari menggandeng Cherie dengan riang gembira.
“Cherie anaknya aktif ya..” ujar Amanda sambil biarkan gadis kecil itu memilih kursi meja makannya sendiri untuk diduduki.”
Cherie memilih kursi dekat sang Ayah. Amanda kemudian menatap lagi sekitarnya sampai ia menyadari Aksaranaka memintanya untuk duduk dekat dengannya. Amanda menurut sambil mengambil tempat disampingnya.
“Makan yang banyak ya Manda..” Mama letakkan dua sampai tiga sendok nasi kedalam piringnya, Amanda sampai dibuatnya sungkan sendiri sebab jamuan terhadapnya kali ini agak berlebihan.
“Tante, ini banyak banget… Manda makannya dikiiit hehe”
Mama hanya tersenyum sambil menggeleng, kemudian lanjutkan meletakkan beberapa lauk-pauk ke atas piringnya. “Manda mulai sekarang panggil tante pakai oma aja ya, biar sama kaya Cherie..” ucapnya.
Amanda terkekeh kecil sambil salah tingkah pipinya memerah, ia malu-malu. “Kok gitu, kan Amanda bukan kakaknya Cherie. Amanda cuma babysitter padahal..”
“Sebenarnya Amanda…” Gio benarkan letak duduknya lebih nyaman, kini pusatkan seluruh atensinya pada Amanda sebelum ia melanjutkan kalimatnya, “kami berdua, saya sama Naka mau adopsi kamu untuk kamu sebagai kakaknya Cherie.” ucap Giorafsan pada akhirnya.
“Eh? Bukan babysitter?” Amanda tidak dapat bohongi perasaannya, ia berdebar meski hanya dengan satu kali dengar. Gadis kelahiran Mei tersebut masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, ia tetap berusaha tenang demi mendapatkan penjelasan.
“Bukan cantik… Kemarin oma memang bilang kalau anak oma lagi cari babysitter, tapi mereka berubah pikiran mau adopsi kamu katanya.” ujar mama bantu luruskan tanda tanya di kepala Amanda.
“Naka pengen lihat Amanda sekolah lagi.” Giliran Naka kini aturkan harapannya yang cukup buat Amanda lebih berdebar lagi. Dengar kata Sekolah, hal tersebut adalah satu-satunya yang menjadi doa Amanda sejak kedua orang tuanya telah tiada. Jauh dalam hatinya, Amanda masih ingin melanjutkan sekolahnya. Ia masih ingin bergaul dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Selain itu, Amanda kini bukan milik siapa-siapa, kedua orang tuanya meninggalkannya tanpa harta benda satupun. Hanya tersisa kerabat yang belum pernah ia temui seumur hidup. Sekolah pun jadi satu-satunya yang ia korbankan untuk pindah ke kota ini. Amanda rindu, sejak setahun kematian ayah dan ibunya, ia rindu dimiliki sebagai seorang keluarga. Dan mungkin hari ini adalah saatnya Amanda dapatkan lagi apa yang sempat hilang dalam dirinya. Sebuah keluarga baru.
“Amanda gimana? Mau kan jadi kakak angkat buat Cherie? Tinggal di rumah Gio dan Naka sama Cherie juga.” Giorafsan kemudian aturkan pertanyaan yang buat Amanda tidak ingin lewatkan kesempatan ini.
“Aku bisa sekolah lagi?” entah pertanyaan itu ditujukan pada siapa yang jelas Amanda mulai berkaca-kaca setelah dapat ajakan untuk tinggal bersama keluarga sebagai anak angkatnya. Ia bahagia. Tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Amanda mengangguk dan menundukkan kepalanya menangis.
Naka yang pertama kali menyadari air mata itu. Ia menjadi yang pertama kalinya memeluk Amanda dan biarkan bahunya basah oleh air mata. Aneh sekali, Naka merasa sangat nyaman di dekatnya. Mungkin ini cara Tuhan menemukan sesuatu yang rasanya hilang di hidup Naka. Naka butuh teman, butuh seseorang yang lebih dewasa dari Cherie untuk bertukar cerita. Mungkin setelah ini Naka dapat anggap keberadaan Amanda sebagai teman, sahabat, kakak serta anak sulungnya.
[ ]
rain.