—
“Ares tau Gio dimana?”
Begitu Naka bertanya ketika ia baru saja duduk dalam mobil Ares. Laki-laki kelahiran Februari itu menatapnya sekilas dengan perasaan iba, kemudian mengangguk.
“Mungkin,” katanya.
Ada secercah saja harapan ketika Ares mengangguk, namun sekilas juga hilang saat Ares mengatakan hal yang belum pasti.
“Naka udah cari ke flat nya?”
Naka mendelik menyadari sesuatu. Betul, mengapa ia baru ingat kalau Gio juga sering menginap di flat yang ia sewa perbulannya. Gio bisa saja ada disana.
“Belum, Naka nggak kepikiran kesana..”
“Okay, Ares anterin Naka ke flat Gio ya… Naka tenang dulu, Gio pasti baik-baik aja kok.”
—
Ares berbohong ketika ia bilang bahwa Gio pasti sedang baik-baik saja. Pada nyatanya Naka telah mendapati Gio dengan wajah yang pucat dan penampilan yang berantakan — sedang berdiri membukakan pintu untuknya di depan flat.
“Gio..” gumam Naka ketika Gio menariknya kedalam pelukan hangat. Naka tidak tahu perasaan apa ini, entah Gio yang selalu hangat dalam peluknya atau Gio yang hari ini hangat karena sedang tidak baik-baik saja. Sebab suhu tubuh Gio tidak seperti suhu tubuh orang normal saat ini.
“Gio kenapa?” Naka mendorongnya masuk dan menutup pintu, ia melepaskan sepatu cepat-cepat sebelum Gio ambruk lagi dalam pelukannya.
“Badan Gio panas banget ini…”
“Naka..” timpal Gio mendesahkan namanya dengan suara parau.
Begitu tahu Gio sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, ia membawanya menuju kamar tidur. Naka tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa ketika ia mendapati kamar tidur Gio hari itu.
Semuanya kacau. Barang-barang tidak diletakkan pada tempat sebagaimana mestinya barang itu bertempat. Sprei mencuat kesana kemari, beberapa kaleng bir tergeletak di lantai sembarangan, dan yang paling ia sadari saat itu ialah laptop yang masih menyala terang yang terlihat sudah lelah karena dinyalakan tanpa berhenti.
Naka meletakkan tubuh Gio diatas sofa — salah satu tempat yang masih terlihat normal saat itu. Kemudian ia bergerak cepat merapikan tempat tidur dan menuntun Gio kembali sampai ia benar-benar tidur diatas ranjang.
Naka menarik selimut menutupi tubuhnya. “Gio, kenapa bisa begini?”
Naka nyaris menangis rasanya melihat keadaan Gio yang seperti ini, namun ia harus tetap menahan diri untuk tidak menangis di depan Gio.
“Gio pasti begadang lagi?”
Masih sama, tidak ada jawaban. Gio memejamkan matanya dan menggigil di bawah selimut tebal.
“Naka siapin air kompres ya Gio, Gio udah makan?”
Gio menggeleng, ia mendengar setiap kalimat khawatir yang Naka berikan padanya. Namun yang dapat dilakukan hanya mengangguk dan menggeleng.
Naka melakukan pertolongan pertama yang sudah pernah diajarkan ketika SMA. Dengan membuka baju seseorang yang terserang demam tinggi, dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Mak saat itu Naka perlahan membuka kancing piyama Gio dan menyisakan kaos lengan pendeknya yang ada di dalam piyama. Naka membiarkan Gio tertidur sebentar.
Langkah pertama yang dilakukannya adalah menghampiri laptop yang masih menyala terang di mejanya. Naka menekan tombol control dan huruf ‘S’ secara bersamaan pada layar Microsoft Word berisi tesis. Baru saat itu ia dapat mengistirahatkan laptop yang telah menyala berjam-jam. Naka memandang sekelilingnya, noda kopi di samping meja, remahan cheese ball dan keripik kentang berserakan dimana-mana sebanyak matanya dapat menjangkau. Ia membersihkan semuanya yang terlihat salah hati itu.
Tidak memakan cukup banyak waktu, Naka bergerak dengan cepat namun telaten. Ia merapikan buku-buku dan menyapu lantai dari remahan-remahan keripik kentang dan debu yang telah menjadi satu.
Naka kembali membawa satu baskom air hangat bersama dengan handuk kecil untuk Gio. Ia bergerak lembut menyeka seluruh wajahnya yang pucat dan merah.
“Gio jangan suka maksain diri gini, sekali-kali nggak apa-apa kok istirahat.” ucap Naka lirih nyaris berbisik, tidak peduli didengarkan atau tidak. Naka benar-benar tulus merawatnya seperti ini.
“Padahal hari ini ulang tahun Gio, tapi Gio sakit kayak gini..” Naka sedih, dari kalimat dan nada bicaranya sudah terdengar amat menyedihkan untuk Gio.
Perlahan Gio tersenyum samar. “Gio gapapa sayang, cuma demam sedikit. Mungkin besok udah sembuh..”
“Gio pasti kecapean gara-gara kerjain skripsi..” duga Naka sebelum ia kembali melanjutkan lagi, “tadi Naka udah save file nya kok, terus Naka matiin laptop Gio.”
Gio mengusap pucuk kepala Naka perlahan dengan sisa-sisa tenaganya. “Makasih sayang..”
“Gio udah berapa hari nggak tidur?” tanya Naka seakan-akan ia tahu kalau Gio tidak pernah tidur.
“Gio tidur kok, tapi cuma sebentar. Gio pengen kelarin skripsi cepet-cepet.”
“Udah berapa hari Gio enggak tidur, Naka tanya.” tegas Naka menginginkan jawaban yang tidak bertele-tele darinya.
“Dua hari Naka..” aku Gio mengalah. Lagipula ia sudah lelah berdebat.
“Gio tau kan itu nggak sehat. Manusia butuh tidur, Gio kan manusia, jadi Gio juga butuh tidur. Gio nggak boleh begadang terus dan maksain diri untuk kerjain skripsi. Itu nggak sehat Gio, Gio nggak boleh gitu.. Dengerin Naka ya Gio. Mulai sekarang Gio enggak boleh begadang lagi karena skripsi.” Omel Naka panjang lebar menasehati Gio-nya.
Sementara Gio. Ia tidak tahu harus merasakan apa, ia sadar bahwa dirinya sangat sekali beruntung memiliki sosok Naka yang akan terus berada di pihaknya, yang akan terus siap memeluk tubuhnya ketika ia terjatuh.
Gio menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Naka saat itu. Ia mulai terisak dan itu cukup dapat membungkam omelan Naka yang masih berlanjut.
“Gio capek banget Naka… Gio capek.” Dua kali sudah Gio mengaku lelah.
“Gio nggak tahu harus gimana lagi, gio ngerasa useless akhir-akhir ini,” keluh Gio lagi.
Naka diam mendengarkan semua keluh kesah Gio dengan air matanya yang berjatuhan membasahi kemeja yang dikenakan.
“Gio takut nggak bisa selesaiin ini tepat waktu…” tangis Gio semakin jelas terdengar dan tubuhnya bergetar dalam pelukan.
Naka mengusap punggung Gio sambil membubuhi kecupan pada bahunya.
“Gio, Naka bakal selalu di samping Gio apapun yang terjadi. Naka tau kok Gio orangnya kuat, sudah sampai di titik ini pun Gio udah hebat banget.” ucap Naka tanpa sadar telah memberikan setitik harapan cerah untuk Gio kembali.
“Gio makan dulu yuk, tadi naka beliin bubur ayam di depan flat itu.”
Gio mengangguk dan berakhir menuruti semua kalimat Naka hari itu.
[ ]
rain