bed sheet

rain
5 min readJul 9, 2022

--

Tepat pukul tengah malam saat matahari sudah meninggalkan belahan dunianya dan sedang sibuk di belahan dunia lain — Gio terbangun. Merasakan bagaimana tubuhnya yang lelah kini telah terasa jauh jauh lebih baik dari sebelumnya. Demamnya turun dan suhu tubuhnya kian normal, Gio bahkan sudah bisa berjalan kesana kemari meski agak sedikit pusing. Jujur saja, kehadiran Naka yang saat itu juga sedang berbaring di sampingnya membuatnya tidak berhenti tersenyum sampai ia merasa bahwa dirinya sudah sembuh total.

Gio turun dari ranjangnya guna mengambil segelas air putih di dapur, meninggalkan tubuh Naka yang terbaring di sampingnya dengan selimut. Ia tersenyum setelah mengusap pucuk kepalanya sekilas.

Sekembalinya ia mengambil air, Gio bergerak cepat melepaskan kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu dan kembali ke ranjangnya. Berbaring sembari memandangi Naka dengan kagum. Gio selalu menyukai caranya tertidur. Bagaimana Naka memejamkan matanya, dan bibirnya yang selalu bergerak kecil serta dahi yang dikerutkan sebab dari mimpi aneh yang ia alami. Gio terkekeh sedikit tidak ingin membangunkan si cantik.

Tidak ingin membangunkan Naka, tapi yang dilakukan Gio adalah membubuhi kecup kupu-kupu pada tiap titik pada wajahnya. Mulai dari mata, hidung dan berakhir mengistirahatkan bibirnya pada milik Naka. Melumat sedikit merasakan bagaimana manisnya bibi Naka malam itu.

“Enghh…” lenguh Naka sedikit begitu ia mendapati Gio sedang sibuk menghujaninya dengan kecupan sayang.

Naka perlahan membuka matanya lalu tersenyum sebab Gio tidak ingin berhenti dari kegiatan kecup-kecupnya.

“Emhh,, Gio udah..” ucap Naka yang saat itu bahkan belum sempat membuka mata sepenuhnya.

“Kok bangun? Gio masih mau cium-cium Naka inii..” katanya menimpali singkat dan masih melanjutkan kegiatannya.

“Gio bentar dulu — mmh..” Naka tertawa geli sampai ia berhasil menghentikan Gio dengan telapak tangannya. Gio berhenti, menyingkirkan tangan Naka yang sempat membungkam lalu mengecup jari-jari lentik itu satu per satu.

Naka tersenyum kemudian mengangkat alisnya menyadari sesuatu. “Giorafsan!!??? Udah sembuh?? Mana bajunya???” katanya terkejut. Naka mendapati Gio tanpa busana jadi merinding sendiri.

“Lupa? ‘kan tadi Naka yang lepas.”

“iih kan Naka cuma lepas piyama aja nggak semua dilepas begini..” heran Naka namun ia masih bisa terkekeh.

Gio tidak berniat untuk menjawab pernyataannya sebab ia terlalu sibuk saat itu. Betul, sibuk memandangi Naka yang semakin terlihat cantik dibawah sinar rembulan yang malam itu tidak sengaja menerobos masuk melalui tirai jendela kaca. Ia dapat membayangkan betapa indahnya Naka nanti ketika ia berada di bawahnya.

Ditatap begitu Naka jadi tersenyum-senyum dengan kedua pipi yang perlahan memanas.

“G-gio…” Naka mendesahkan namanya begitu ia menyadari tatapan Gio yang semakin mengintimidasi setiap geraknya.

“Naka cantik banget sih…” katanya memuji sekilas. Gio perlahan-lahan menyingkirkan surai hitam kecoklatan Naka yang menutupi sebagian matanya yang indah. Lalu perlahan gerak jari-jarinya menyapu seluruh wajah Naka sampai kebelakang tengkuk. Membuat Naka melenguh sedikit karena geli.

Barulah ketika Naka memejamkan matanya sebab sentuhan kecil Gio segera meraup seluruh bibirnya kembali dengan manis.

“You taste like honey, Naka..” ungkap Gio ketika ia sebentar-sebentar melepaskan ciuman itu. Tangannya tidak tinggal diam disana. Satu per satu kancing kemeja milik Naka dilepaskan secara bertahap. Gio menelusupkan tangannya masuk tanpa izin di balik kemeja itu. Masih dengan ciuman yang kembali dilanjutkan Naka sesekali menahan nafasnya dan mendesah.

Suara kecup berkali-kali memenuhi ruangan. Naka merasakan panas di sekujur tubuhnya bahkan setelah Gio berhasil menanggalkan seluruh pakaiannya dan tak menyisakan apapun.

Mereka berhenti sejenak menyadari apa yang telah dilakukannya sejauh ini. Dengan tubuh yang sama-sama tidak tertutup sehelai benang. Gio menatapnya seakan memberikan pujian tanpa kata bahwa saat itu Naka terlihat teramat indah. Kulit seputih susunya terekspos dibawah sinar rembulan, peluh sebesar biji jagung dan kedua pipi yang memerah padam dapat dilihatnya, Naka seakan berkilauan dibawah kungkungannya.

Gio tahu, ia bahkan telah sadar ketika Naka telah tidak sengaja melakukan pelepasan pertamanya ketika Gio menyentuh bagian tubuh tertentunya. Naka tidak seperti Gio yang dapat mengendalikan hormonnya, semua terjadi secara tidak sengaja. Naka menggigit bibir bawahnya begitu Gio bergerak perlahan menggesekkan miliknya yang sudah sangat siap dengan miliknya yang sudah basah akibat cairan pre cum.

“Naka.”

“Nggh.. I-iya??” jawabnya sekuat tenaga menahan.

Gio tersenyum memberikan seringai tipis khasnya. “Naka cantik.. my prettiest boyfriend.” puji-puji Gio membuat Naka semakin turn on. Gio tahu apa yang sedang dilakukannya saat itu. Membiarkan Naka selesai dengan semua sperma yang ia keluarkan dengan pujian-pujian, memberikan stimulasi untuk meningkatkan libidonya hanya dengan tatapan.

“G-gio hh…” desah Naka tidak tahan dengan perlakuan Gio.

“Iya cantik? Mau apa? Are you waiting for me to fill you up, hm?” goda Gio dengan kalimat-kalimat nakalnya.

“Gio, i-I want a kiss… please…hh–”

Lagi. Naka menatapnya dengan tatapan putus asa, ingin segera Gio menyelesaikan semuanya yang ia telah mulai.

Hanya cium, apa yang tidak untuk Naka. Gio memberikan apa yang cantiknya inginkan, maka saat itu Gio menjatuhkan ciuman sangat lembut diatas bibirnya, tidak lama dan terjadi selama beberapa detik. Gio melanjutkan ciumannya menuruni leher jenjangnya, memberikan gigitan kecil sampai membuat Naka meringis kesakitan. Tidak berhenti sampai disana, setelah Gio puas dengan beberapa gigitan di beberapa sisi leher Naka, ia melanjutkan meraup pada sisi tubuhnya yang lain.

“A-ahk.. G-gio–” Naka tidak sengaja meremas surai Gio yang saat itu tengah sibuk mengerjakan sesuatu dengan putingnya.

Seluruh tangannya bekerja dengan baik memanjakan Naka. Gio menelusuri tubuh Naka dengan jari-jari yang menari di atas tubuhnya, dan Naka yang tidak dapat berhenti dari lenguhan desahnya.

Sungguh malam yang tidak pernah mereka duga akan terjadi. Naka telah kacau berantakan dibuatnya, bercak merah telah tercipta tidak terhingga di atas tubuhnya. Gio belum selesai, ia menempatkan kakinya di antara Naka, membukanya dengan lebar sampai ia yakin penis miliknya yang telah membesar itu cukup untuk Naka telan kedalam lubangnya.

“Gio, t-tunggu…” Naka menghentikan Gio secara tiba-tiba. Kemudian ia berikan tatapan takut yang tidak pernah Gio bayangkan sebelumnya.

“Kenapa Naka?”

Naka menggelengkan kepalanya dua kali, “Naka takut..” ia menangis.

“Takut?”

“Naka takut Gio bakal ninggalin Naka kayak dulu…” satu kali air mata terjatuh membasahi pipinya.

“Oh, no no no… I won’t naka…” Gio membawa Naka dalam peluknya. Mendekap dan membiarkan Naka menangis di atas dada bidangnya.

“I swear I would never ever leave you again…” ucapnya bagai mantra. Gio menatap matanya dengan keyakinan, dan Naka seakan tersihir olehnya begitu saja.

“Naka percaya sama Gio, kan?” ucapnya bertanya.

Naka perlu tiga detik untuk pada akhirnya mengangguk memberikan jawabannya.

“Can we continue? Atau Naka mau Gio berhenti?” pertanyaan itu diberikannya setelah mereka saling memeluk selama sepuluh detik.

Naka menatap Gio sebentar kemudian mengangguk, “don’t stop.”

Gio kembali membawa posisi Naka berada di bawah tubuhnya. Melanjutkan apa yang sempat tertunda dengan sekali hentak. Ia dapat merasakan bagaimana Naka dengan sangat kuat menggenggam tangannya seakan ia akan lari kemana.

Gio tersenyum di sela-sela desah pelannya. “Naka, you’re so good at this. Good job Naka, that’s right pretty. Move like that — “ pujian turun menghujani Naka dari mulut manis Gio. Naka menurut dengan tidak berhenti bergerak menelan seluruh bongkah daging milik Gio diatasnya. Keduanya sama-sama bergerak demi mencapai pelepasan, sedikit berebut saat semakin dekat. Naka juga tidak dapat berhenti mendesahkan nama Gio dalam setiap geraknya.

“Gosh.. naka, you’re so pretty.. the moon is probably jealous of you, honey…” puji Gio ketika baru saja mencapai pelepasan pertamanya.

Naka tidak berhenti tersenyum meski lubangnya terus diisi penuh dengan milik Gio. Sakit, tapi Naka sudah mulai terbiasa dengan itu.

“Naka,” bisik Gio tepat di samping telinganya.

“I-iya?”

“Can I cum inside?”

“Huh??”

[ ]

rain.

--

--

rain
rain

Written by rain

ֶָ֢ 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒘𝒆𝒍𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒕𝒐 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒊𝒑𝒑𝒆𝒅 𝒑𝒂𝒈𝒆𝒔 𝒐𝒇 𝒎𝒊𝒏𝒆.

No responses yet